Kamis, 02 Desember 2004

Radikalisme Islam di Indonesia

Judul Buku: Geneologi Islam Radikal di Indonesia   

Penulis: M. Zaki Mubarak

Penerbit: LP3ES, Jakarta

Cetakan: 2008

Radikalisme Islam di Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Radikalisme Islam di Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Radikalisme Islam di Indonesia

Tebal: xxxvii + 384 halaman

Peresensi: Muhamad Ismaiel

Pimpinan Pusat Muhammadiyah



Mohammed Arkoun (1999) melihat fundamentalisme Islam sebagai dua tarikan berseberangan, yakni, masalah ideologisasi dan politis. Dan, Islam selalu akan berada di tengahnya. Manusia tidak selalu paham sungguh akan perkara itu. Bahwa fundamentalisme secara serampangan dipahami bagian substansi ajaran Islam. Sementara fenomena politik dan ideologi terabaikan. Memahami Islam merupakan aktivitas kesadaran yang meliputi konteks sejarah, sosial dan politik.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Demikian juga dengan memahami perkembangan fundamentalisme Islam. Tarikan politik dan sosial telah menciptakan bangunan ideologis dalam pikiran manusia. Nyata, Islam tidak pernah menawarkan kekerasan atau radikalisme. Persoalan radikalisme selama ini hanyalah permaianan kekuasaan yang mengental dalam fanatisme akut. Dalam sejarahnya, radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik. Radikalisme Islam Indonesia merupakan realitas tarikan berseberangan itu.

Tepat di sinilah, buku Geneologi Islam Radikal di Indonesia mengungkap realitas politisasi dan radikalisasi Islam. Zaki membuat batasan antara Islam sebagai ajaran penuh damai dan Islam setelah terkooptasi politik ke-Indonesia-an. Baginya, radikalisme merupakan persoalan kompleksitas yang tidak berdiri sendiri. Hampir seluruhnya memiliki pendasaran sangat politis dan ideologis. Layknya sebuah ideologi yang terus mengikat, radikalisme menempuh jalur agama untuk dapat membenarkan segala tindakan anarki. Maka, Islam tak sama dengan radikalisme.

Meski demikian, keberkaitan dengan kultur dan cara berpikir, membuat Islam dan radikalisme tak mengenal ruang. Seakan melebur dalam keberagamaan. Berawal dari memproduksi fanatisme, radikalisme masuk ke dalam ajaran Islam hingga dianggap bagian dari Islam. Lalu, membentuk pemahaman baru, bahwa Islam adalah agama kekerasan. Padahal, setiap agama memiliki sejarah kelam tentang paham fundamental, radikal atau kekerasan. Islam adalah satu di antara banyak agama dunia yang dituding penganjur paham fundamental.

Adalah keberimanan statis membuat radikalisme tak lekang oleh zaman. Ber-Islam dengan iman statis kerapkali menampilkan justifikasi hitam-putih hingga berlanjut pada pembelaan berlebihan terhadap keyakinannya. Saat itu, paham radikal sedang menjadi ideologi mengikat bagi kaumnya. Seperti dikemukakan Eric Hoffer tentang dogmatisme yang mencipta ketundukan mutlak. Tak hanya berhenti pada cara berpikir, dogmatisme demikian liarnya mencipta sikap pasrah.

Namun, Zaki tak mau berhenti di titik itu. Menghadirkan fakta sejarah dari pascakemerdekaan sampai kini merupakan kekuatan untuk mengungkap geneologi redikalisme Islam Indonesia. Buku ini mengungkap tapal perjalanan kaum radikal; Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Laskar Jihad sepanjang medio 2002, 2003 dan 2005 terutama setelah reformasi.



Sejarah dan Kuasa


Sejarah radikalisme Islam Indonesia sudah ada sejak dulu. Sejak Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an di bawah bendera Darul Islam (DI). Setelah DI, Komando Jihad (Komji) pada 1976 meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan Revolusioner Islam, 1978.

Teror perlahan memilihkan namanya sendiri untuk Islam radikal, sekalipun belum ada istilah tepat untuk menyebut realitas macam itu. Radikalisme merupakan sebentuk penguasaan tafsir atas Islam secara tekstual. Juga, peradaban teks dengan memperjuangkan formalisasi syariat. Militansi pun berlangsung dan memperkuat gerak Islam radikal di Indonesia.

Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Nama-nama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al-Maududi terbukti memengaruhi. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. Setiap Islam disuarakan, nama mereka semakin melekat dalam ingatan. Bahkan, sampai tahun 1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di banyak kampus atau organisasi Islam. Juga, FPI dan HTI.

Istilah radikalisme Islam kian menguat tak hanya pada matra tekstualitas agama. Persentuhan dengan dunia kini, menuntut adanya perluasan gerakan. Mulai dari sosio ekonomi, pendidikan hingga ranah politik.

Mungkin, di sinilah letak kekuatan radikalisme Islam Indonesia. Semakin melekat dalam setiap segmentasi sosial, semakin susah dibendung. Ia pandai membaca ruang sosial yang tak cepat lekang. Karena memahami setiap ruang akan mengantarkan radikalisme mencipta mentalitas kultural.

Dari sini, ideologi radikal tampak begitu dekat dengan permainan kuasa. Menempuh jalur politik diyakini dapat mengantarkan Islam pada kondisi lebih tinggi, yaitu, mimpi formalisasi syariat dan terbentuknya negara Tuhan.

Sampai kini, kaum radikal terus berjuang untuk dua hal itu, baik melalui lobi-lobi politik maupun fundamental-ideologis. Ironisnya, Islam hanya dijadikan pendasaran politik kepentingan. Padahal, dalam praktiknya, teror, anarki dan kekerasan secara bergantian dilakukannya. Tidak ada batas baik-buruk, moral-amoral. Semuanya berjalan di tataran politik yang menjauh dari Islam. Akhirnya, radikalisme kadang keliru dalam memahami Islam.

Antara fundamental-ideologis atau kuasa politik, tak bisa menolak realitas pengeremangan Islam. Pemurnian Islam yang dibayangkannya terjebak pada penistaan. Egoisme politik telah mengaburkan cara beragama mereka. Dan, mimpi formalisasi syariat dengan tindak kekerasan hanya menyudutkan Islam. Bahwa Islam sebentuk agama penganjur kedamaian sekaligus keretakan sosial.

Memang, kaum radikal terus mengulang sejarah politisasi agama yang berujung pada sebuah penistaan. Buku ini mencontohkan, bagaimana aksi teror Komando Jihad tahun 1976 hanya menyisakan keresahan sosial. Orang tak lagi nyaman dalam beragama, sebab dihantui kecurigaan antarsesama.

Hingga penelitian ini selesai pada akhir 2005, dogmatisme-ideologis dan permainan kuasa politik masih diminati oleh kelompok Islam radikal Indonesia. Sama seperti meminati kekerasan di jalan Allah.



Peresensi adalah Peraih Paramadina Fellowship 2008
Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syariah, Tokoh, Sholawat Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 28 Oktober 2004

GP Ansor Labuhan Istiqomah Bantu Masyarakat

Lampung Timur, Pimpinan Pusat Muhammadiyah?

Menderita hernia lima tahun cukup menyiksa Syamsudin, warga Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Lalu apa yang akan dilakukan Gerakan Pemuda Ansor setempat membantu pria kelahiran Ponorogo, Jawa Timur yang sehari-hari mengurangi sakitnya dengan potongan sandal jepit untuk mengganjal testisnya tersebut?

GP Ansor Labuhan Istiqomah Bantu Masyarakat (Sumber Gambar : Nu Online)
GP Ansor Labuhan Istiqomah Bantu Masyarakat (Sumber Gambar : Nu Online)

GP Ansor Labuhan Istiqomah Bantu Masyarakat

"Inysaallah kami akan istiqomah setelah membantu masyarakat setelah membuktikan sendiri manfaat Aji Tapak Sesontengan," ujar Ketua PAC GP Ansor Labuhan Maringgai, Basiruddin, di Lampung Timur, Selasa (25/7).

? ? ?

Beberapa kali mendampingi Pelaksana Tugas Kepala Staf Unit Khusus Banser Husada Satkorwil Banser Lampung Gatot Arifianto yang juga kamituo (master) Aji Tapak Sesontengan menerapi masyarakat Labuhan Maringgai yang menderita penyakit medis dan nonmedis, Basiruddin tertarik untuk turun tangan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

? ? ?

"Diinisiasi Aji Tapak Sesontengan tidak ada lima menit langsung praktik. Sampai sekarang saya masih heran, pokoknya tidak masuk akal, saya sentuh lembut sebentar bagian yang sakit, masyarakat yang saya tangani mengaku lebih enak dan sakitnya berkurang. Dengan manfaat yang bisa dirasakan masyarakat itu, sangat layak kami gatal berbuat baik atau terus bergerak untuk membantu masyarakat," kata Basiruddin lagi.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

? ? ?

Setelah ditangani Basiruddin, Syamsudin mengaku sakitnya berkurang jauh. "Diterapi pertama tidak sampai lima menit ada perubahan, sakit yang saya derita hingga ke bagian perut berkurang jauh. Makanya ini datang lagi karena saya sudah mencoba, dan Alhamdulillah hasilnya bisa dirasakan," kata Syamsudin lagi.

? ? ?

Menangani sakitnya selama ini, Syamsudin lebih banyak menggunakan jasa pijat hingga minum jamu supaya tidak gampang lelah guna menekan ? nyeri hernia dideritanya.?

? ? ?

"Penyembuhan Aji Tapak Sesontengan ini cukup cepat, tidak sakit, hanya disentuh-sentuh lembut saja dengan jari," kata dia lagi.

? ? ?

Senada Syamsudin, Bidayati warga setempat lain yang menderita penyakit punggung selama lima tahun akibat jatuh dari motor mengaku kondisinya membaik setelah diterapi.

? ?

"Kaki juga sudah bisa diluruskan dan tidak sakit lagi. Alhamdulillah, ada perubahan setelah ditepuk-tepuk sebentar," ujar Bidayati.

? ?

Untuk diketahui, ATS merupakan ilmu penyembuhan kilat warisan leluhur NUsantara yang bisa dipelajari tanpa mantra, tanpa meditasi, tanpa puasa, tanpa menjurus agama tertentu, tanpa pelatihan-pelatihan berikutnya, tidak menggunakan alat bantu apapun di luar diri, menyembuhkan tanpa menyakiti mahluk atau "benda" lain.?

? ? ?

ATS saat ini dalam misi penyebaran untuk membantu penyembuhan masyarakat, bisa diterapkan untuk pertanian hingga menekan kerusakan alam. Informasi dan aktivasi 085382008080. (Erli Badra/Abdullah Alawi) ?

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Habib, Pendidikan, Quote Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 02 Juli 2004

Seperti Apa Cara Menghafal Al-Quran di Maroko?

Membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara berulang-ulang atau mengartikan arti kata demi kata ? terlebih dahulu dengan didampingi seorang hafidz, ini adalah metode ? menghafal al-Quran yang berlaku di Indonesia. Bagaimana dengan Maroko?

Ada sebuah film yang berdurasi kurang lebih 30 menit yang berkisah tentang cara menghafal Al-Quran di Maroko, yakni metode menghafal dengan cara menulis.

Seperti Apa Cara Menghafal Al-Quran di Maroko? (Sumber Gambar : Nu Online)
Seperti Apa Cara Menghafal Al-Quran di Maroko? (Sumber Gambar : Nu Online)

Seperti Apa Cara Menghafal Al-Quran di Maroko?

Metode ini menggunakan alat yang disebut lauh atau dalam bahasa Indonesianya papan ? dengan ukuran yang tidak terlalu besar berkisar 50 cm berbentuk persegi panjang dengan dihiasi garis-garis yang dibuat secara permanen, untuk memudahkan dalam menulis ayat-ayat Al-Quran.

Santri-santri hufadz atau santri penghafal Al-Quran yang mayoritas merupakan penduduk ? sekitar masjid setiap harinya harus menulis semua ? ayat Al-Quran yang akan dihafalnya. Penulisan ini dilakukan di atas papan yang telah disiapkan dengan menggunakan pensil yang terbuat dari bambu atau sejenisnya yang didesain dengan tinta khusus.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari sekian banyak santri, ada yang menulisnya hingga 5 ayat bahkan sampai 50 ayat, tergantung kadar kemampuannya. Setelah papan telah penuh dengan ayat Al-Quran yang akan dihafal, maka selanjutnya ketelitian sang guru dalam membetulkan tulisan santri inilah yang akan menentukan kebenaran hafalan santri.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Setelah semua tulisan diperiksa, sang santri pun mulai membaca berulang-ulang dengan badan yang dihadapkan ke papan.

Keisitimewaan menghafal dengan cara menulis di atas papan santri akan lebih teliti ketika diminta menuliskan ayat-ayat Al-Quran yang telah dihafalnya karena telah terbiasa menyalin dari mushaf ke papan.?

Menurut Ust Ali, salah seorang staf pengajar di Darul Quran Kenitra, salah satu keistimewaan yang lain adalah konsentrasi seorang santri akan tertuju hanya pada satu papan yang ada di depanya, lain halnya ketika dengan menggunakan mushaf, konsentrasi itu akan terbagi dengan halaman lain yang dilihatnya.

Kelebihan lain adalah kesabaran yang terus dilatih pada diri santri ketika menuliskan ayat demi ayat dari Al-Quran, yang sejatinya mereka mampu untuk menghafal secara langsung tanpa menulis terlebih dahulu.

Apakah metode seperti ini perlu diterapkan di pesantren tahfidz yang ada di Indonesia? Silakan dicoba lebih dulu!

Nizar Presto

Mahasiswa STAINU Jakarta, sedang mengikuti program kelas internasional di universsitas Ibn. Thofail, Kenitra, Maroko.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kiai, Khutbah Pimpinan Pusat Muhammadiyah