Rabu, 30 November 2011

Kemenag Kirim 42 Guru PAI Kursus Singkat ke Australia

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) mengirimkan 42 orang yang terdiri atas Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dan pengawas PAI untuk kursus singkat (short course) ke Australia. Selama 15 hari di Australia, peserta kursus singkat belajar di Universitas Adelaide dan berkunjung ke beberapa sekolah yang ada di Adelaide, Melbourne, dan Sydney.

Kemenag Kirim 42 Guru PAI Kursus Singkat ke Australia (Sumber Gambar : Nu Online)
Kemenag Kirim 42 Guru PAI Kursus Singkat ke Australia (Sumber Gambar : Nu Online)

Kemenag Kirim 42 Guru PAI Kursus Singkat ke Australia

Direktur PAI Amin Haedari menuturkan bahwa pengiriman para GPAI dan pengawas ke Australia itu dimaksudkan untuk membekali mereka tentang metodologi pembelajaran dan multikulturalisme.

“Mereka kita kirim ke Australia bukan untuk belajar konten PAI, tapi metodologi dan multikulturalisme,” terang Amin di Jakarta.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selama di Australia, para guru PAI dan pengawas ini terbagi ke dalam dua waktu. 10 hari pertama mereka belajar di Universitas Adelaide, dan 5 hari berikutnya rombongan dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok ke Melbourne dan satu kelompok lagi ke Sydney.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Di Adelaide mereka belajar di kampus dan juga berkunjung ke beberapa sekolah di wilayah setempat. Di Melbourne dan Sydney mereka hanya melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah.

“Mereka sengaja kita kirim ke sekolah-sekolah yang ada di Melbourne atau Sydney agar bisa melihat langsung proses pembelajaran di sana. Biar mereka juga bisa bertukar pendapat dengan para tenaga pendidik dan siswa, dan mengamati pembelajaran di kelas. Sekaligus bagaimana pengelolaan pendidikan di sana,” terang Amin.

Hasil dari kursus singkat di Australia ini menurut Amin akan dirumuskan, dibukukan, dan diimplementasikan untuk semua guru PAI yang ada di Indonesia mulai tahun 2016 mendatang. (Red Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berita Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 20 November 2011

Pagar Nusa Usulkan Pencak Silat Jadi Pelajaran Wajib di Sekolah

Semarang, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa Aizzuddin mengusulkan agar pencak silat diajarkan di seluruh sekolah di Indonesia. Alasannya, olah raga bela diri ini adalah keterampilan asli Indonesia dan harus dilestarikan oleh bangsa Indonesia sendiri.

Pria yang akrab disapa Gus Aiz ini mengatakan, di antara kekuatan negara kecil seperti Jepang yang pernah menjajah bangsa-bangsa lain dan sekarang menguasai teknologi di dunia belajar bela diri yang diwajibkan pembelajarannya sejak sekolah dasar.

Pagar Nusa Usulkan Pencak Silat Jadi Pelajaran Wajib di Sekolah (Sumber Gambar : Nu Online)
Pagar Nusa Usulkan Pencak Silat Jadi Pelajaran Wajib di Sekolah (Sumber Gambar : Nu Online)

Pagar Nusa Usulkan Pencak Silat Jadi Pelajaran Wajib di Sekolah

Guz Aiz menyampaikan hal itu dalam acara pembukaan Kejuaraan Daerah (Kejurda) ke-2 di kompleks Pondok Pesantren Az-Zuhri, Ketileng, Semarang selama tiga hari, Sabtu sampai Senin (11-13/1).

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Pencak Silat adalah warisan asli bangsa kita. Dulu dipakai para ulama dan para pahlawan untuk berjuang merebut kemerdekaan. Harus dilestarikan dan dijadikan pelajaran wajib di seluruh sekolah di Indonesia. Kita tiru Jepang dari sisi baiknya,” ujarnya berapi-api disambut tepuk tangan hadirin.

Sementara itu, Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah Abu Hafsin Umar menyampaikan, pihaknya telah menyetujui usulan Pagar Nusa, agar diajarkan sebagai olahraga wajib di seluruh sekolah NU, baik sekolah resmi milik Lembaga Pendidikan Maarif NU, maupun yang dinaungi NU.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kerjuda II ini diikuti 236 atlet wiralaga dan 23 kontingen Seni Jurus, baik putri maupun putra. Mereka utusan dari 23 Pimpinan Cabang IPS NU Pagar Nusa se-Jateng. Para atltet akan memperebutkan piala kategori tanding remaja Pa dan Pi, Dewasa Pa dan Pi, seni beregu, serta seni ganda. (Mohammad Ichwan/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pertandingan, Ubudiyah, Tegal Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hukum Jual Kotoran Hewan

Assalamu alaikum wr. wb.

Saya ingin bertanya, apa hukumnya menjual kotoran hewan seperti kotoran ayam, kambing, lembu. Kalau boleh mohon dijelaskan dan kalau tak boleh juga dijelaskan. Trims Pak Ustad. (Ahmad Zuhri, Tulung Agung)

Wa’alaikumsalam wa rahmatullah.

Saudara Zuhri yang dimuliakan Allah.

Hukum Jual Kotoran Hewan (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum Jual Kotoran Hewan (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum Jual Kotoran Hewan

Guna memenuhi kebutuhan hidup, banyak diantara kita yang menjalankan profesi dan bergerak di sektor perdagangan yang meniscakan adanya berbagai barang (komoditas) yang diperjualbelikan.?

Dalam pandangan ulama madzhab Syafi’i, barang yang diperjual belikan harus memenuhi persyaratan diantaranya adalah barang tersebut harus suci dan bermanfaat. Mengingat kotoran ayam, kambing dan lembu dalam madzhab Syafi’i dihukumi najis oleh sebagian ulama, maka jual beli barang-barang tersebut dinyatakan tidak sah.

Namun ulama syafiiyah atau pengikut madzhab Syafii memberikan tawaran solusi begini: Barang-barang ini dapat dimiliki dengan cara akad serah terima barang yang ditukar dengan barang lain tanpa transaksi jual beli.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sebenarnya ada pandangan ulama madzhab Hanafi yang membolehkan proses jual beli kotoran-kotoran hewan tersebut, karena ada unsur manfaat di dalamnya. Adapun dasar pengambilan hukum yang kami gunakan adalah:

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Dan ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan syarat ini (barang yang dijualbelikan harus suci, bukan najis dan terkena najis). Maka mereka memperbolehkan jualbeli barang-barang najis, seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bisa dimanfaatkan. Kecuali barang yang terdapat larangan memperjual-belikannya, seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah, sebagaimana mereka juga memperbolehkan jualbeli binatang buas dan najis yang bisa dimanfaatkan untuk dimakan.Dan parameternya menurut mereka (ulama Hanafiyah) adalah, semua yang mengandung manfaat yang halal menurut syara.’, maka boleh menjual-belikannya. Sebab, semua makhluk yang ada itu memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia.

Demikian jawaban yang bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan dengan jawaban ini, kita lebih bijak dalam menjalani aktifitas hidup sehari-hari. (Maftuhan Tafdhil)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul Ulama, Pertandingan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 18 November 2011

PBNU Ingatkan DPR Agar Tak ‘Main-main’ dalam Interpelasi Lapindo

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung langkah DPR untuk menggelar Rapat Paripurna dengan agenda meminta keterangan (interpelasi) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun demikian, PBNU mengingatkan kepada lembaga legislatif itu agar tak ‘main-main’ dengan kasus semburan lumpur panas yang sudah berlangsung satu tahun itu.

“PBNU mendukung. Tapi ingat, DPR jangan ‘main-main’, saya berharap DPR serius. Karena, ini masalah warga korban Lapindo yang terlantar dan diterlantarkan,” tegas Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (12/6)

PBNU Ingatkan DPR Agar Tak ‘Main-main’ dalam Interpelasi Lapindo (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU Ingatkan DPR Agar Tak ‘Main-main’ dalam Interpelasi Lapindo (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU Ingatkan DPR Agar Tak ‘Main-main’ dalam Interpelasi Lapindo

Hasyim mengungkapkan hal tersebut usai bertemu dan menerima masukan dari beberapa anggota DPR RI penggagas interpelasi kasus Lapindo dari berbagai fraksi, anggota DPRD Jatim dan tokoh NU Sidoarjo.

Anggota DPR RI yang hadir pada kesempatan itu antara lain, Lukman Hakim Saifudin, Soelaeman Fadli, Mahfudloh Ali Ubaid, Mahsusoh Tosari Wijaya, Imron Rofii (Fraksi PPP), Abdullah Azwar Anas, Khofifah Indar Parawansa (Fraksi PKB), Ichwan Syam (Fraksi Golkar), Muhamad Hasib Wahab (Fraksi PDIP).

Hasyim menegaskan, kasus semburan lumpur panas Lapindo yang telah mengakibatkan lumpuhnya perekonomian Jatim itu merupakan ‘bola besar’ yang sangat berbahaya bila hanya dijadikan ‘permainan’ elit-elit politik di Senayan. “Risikonya akan terjadi benturan antara DPR, Pemerintah dan masyarakat,” tandasnya.

Selain itu, ujarnya, masyarakat korban Lapindo sudah terlanjur sulit untuk memercayai siapa pun dan pihak mana pun, termasuk pemerintah sendiri. “PBNU saja tidak dipercaya lagi oleh mereka.” Hal itu sebagai akibat penanganan pemerintah atas kasus tersebut yang terkesan sangat tidak serius.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Sekali lagi, ini adalah masalah masyarakat yang terlantar dan diterlantarkan. Sekarang warga sudah banyak yang gila. Kalau negara terus membiarkan orang satu per satu menjadi gila, maka, berarti negara sudah tidak sehat lagi,” terang mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim itu.

Sebanyak 130 anggota DPR dari berbagai fraksi, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (7/6) lalu, mengajukan penggunaan hak interpelasi dalam kasus luapan lumpur PT Lapindo Brantas di Sidoarjo.

130 anggota DPR pengusul termasuk di dalamnya Soetardjo Soerjogoeritno (FPDIP). Pengusul lainnya antara lain Yuddy Chrisnandy (Partai Golkar), Abdullah Azwar Anas (FPKB), Ade Nasution (PBR), Ario Widjanarko dan Iman Soeroso (FPDIP), Djoko Susilo (FPAN), dan Yakobus Mayongpadang (FPDIP).

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tak ada satupun anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) yang memberi dukungan atas usulan tersebut.

Usul hak interplasi luapan lumpur Lapindo ini diajukan di tengah polemik mengenai perlu-tidaknya Presiden hadir langsung memberi jawaban hak interpelasi kepada DPR terkait hak interpelasi mengenai Resolusi dewan Kemanan (DK) PBB terkait nuklir Iran.

Para pengusul menjelaskan, banjir lumpur di Sidoarjo yang sudah setahun berlangsung telah menimbulkan korban setidaknya 21 ribu jiwa lebih atau 3.500 kepala keluarga (KK). Mereka yang berasal dari 11 desa terpaksa harus menjadi pengungsi.

Seluas sekitar 350 hektar lahan pertanian terendam lumpur serta 23 bangunan sekolah dan setidaknya 20 perusahaa harus ditutup, sebanyak 30 persen korban lumpur mengalami gangguan jiwa.

Gangguan lumpur itu telah menganggu perekonomian di Jawa Timur. Kerugian akibat luapan lumpur sejak setahun terakhir sekitar Rp7,6 triliun. (rif)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan, Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Muhammad” Nama Bayi Paling Populer di Inggris

Kairo, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Mohammed, nama Nabi Muhammad (damai dan berkah besertanya), telah menjadi nama yang paling populer untuk bayi yang baru lahir di Inggris dan Wales pada tahun 2013. 

Angka dari Kantor Statistik Nasional mengungkapkan bahwa nama Nabi (saw) telah mengalahkan Oliver sebagai nama paling populer yang dipilih oleh orang tua selama tahun lalu, Breitbart London melaporkan pada Jumat 15 Agustus. 

“Muhammad” Nama Bayi Paling Populer di Inggris (Sumber Gambar : Nu Online)
“Muhammad” Nama Bayi Paling Populer di Inggris (Sumber Gambar : Nu Online)

“Muhammad” Nama Bayi Paling Populer di Inggris

Meskipun hasil yang diumumkan menempatkan Oliver di bagian atas daftar dengan 6.949 kali, statistik menempatkan variasi yang berbeda dari ejaan nama Nabi dalam entri yang berbeda pada posisi terdepan dalam daftar. 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ini berarti bahwa "Muhammad" datang 15 dengan 3,499 anak-anak tetapi "Mohammed" adalah 23 dengan 2887 dan "Mohammad" adalah 57 dengan 1059 diberi nama. 

Akibatnya tiga ejaan saja menyumbang nama anak laki-laki 7.445, mengalahkan nama yang paling populer kedua Oliver dengan mudah. 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Berita bahwa Muhammad adalah nama anak laki-laki paling populer di Inggris pertama kali secara eksklusif dilaporkan pada Breitbart London menyusul kebocoran pada ONS minggu lalu. 

Pada saat itu, Mohammed sudah menjadi anak laki-laki yang paling populer nama di London dengan beberapa margin yang cukup besar. 

Perkiraan menunjukkan bahwa nama Muslim tersebut paling banyak terdapat di London yang merupakan kota multi-budaya dan di Barat tengah, sementara Oliver dominan di Timur Selatan, Barat Selatan dan Wales. 

Inggris adalah rumah bagi minoritas Muslim yang cukup besar hampir 2,7 juta, terutama dari India, Bangladesh dan Pakistan. 

Nama Muhammad telah semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. 

Pada tahun 2009, nama Nabi menjadi nama paling populer untuk bayi yang baru lahir di Inggris dan Wales. 

Mohamed datang ketiga sebagai nama yang paling populer di Inggris pada tahun 2008. (onislam.net/mukafi niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal, Kajian, Lomba Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hari Pramuka, Pelajar Madrasah Ibtidaiyah Doakan Pejuang Bangsa

Sidoarjo,? Pimpinan Pusat Muhammadiyah



Berbagai cara dilakukan untuk memperingati Hari Pramuka ke-56 dan menyongsong HUT RI ke-72. Di Sidoarjo, Jawa Timur, ratusan pelajar Madrasah Ibtidaiyah Sunan Kalijaga Desa Ketimang, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo memperingatinya dengan melakukan doa bersama, istighotsah, upacara dan bakti sosial. Doa bersama ini selain untuk menjaga keutuhan Negera Kesatuan Republik Indoensia, juga untuk mendoakan para pejuang bangsa yang telah gugur dalam medan perang merebutkan kemerdekaan Indonesia.

Hari Pramuka, Pelajar Madrasah Ibtidaiyah Doakan Pejuang Bangsa (Sumber Gambar : Nu Online)
Hari Pramuka, Pelajar Madrasah Ibtidaiyah Doakan Pejuang Bangsa (Sumber Gambar : Nu Online)

Hari Pramuka, Pelajar Madrasah Ibtidaiyah Doakan Pejuang Bangsa

Menurut Kepala MI Sunan Kalijaga, Ach Syamsudin, doa bersama dan istighosah ini dimaksudkan untuk memperingati hari pramuka ke-56 yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus dan HUT Republik Indonesia ke-72. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan para pelajar di seluruh nusantara bisa melakukan kegiatan positif untuk meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

?

"Kita ingin mengajarkan kepada para peserta didik untuk mengenang dan mendoakan para pahlawan. Karena dalam merebut kemerdekaan itu tidak gampang. Para pahlawan dengan gigih memperjuangkan negara ini. Pahlawan rela meninggalkan keluarga, harta benda untuk Kemerdekaan bangsa ini," kata Kepala MI Sunan Kalijaga, Ach Syamsudin, Senin (14/8).

?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dengan mengenakan kostum pramuka, ratusan pelajar dari kelas satu hingga kelas enam ini dengan khusu memanjatkan doa dan membaca kalam ilahi. Melalui doa bersama dan istighotsah tersebut, diharapkan bisa menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dari aliran yang ingin memecah bela NKRI.?

Pasalnya, menurut Kepala Madrasah Ibtidaiyah Sunan Kalijaga, belakangan ini ada kelompok yang ingin mengubah Pancasila menjadi khilafah. Dengan barokah doa tersebut, kelompok yang ingin merong-rong NKRI segera dibukakan pintu hatinya.

?

"Dengan adanya istighotsah ini, kami berharap kepada Allah supaya kelompok yang ingin merusak negara Indonesia ini bisa sadar. Sehingga NKRI tetap utuh dan aman selalu," ujarnya. (Moh Kholidun/Abdullah Alawi)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pertandingan, Ubudiyah, Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 16 November 2011

Islam Nusantara dan Perspektif Keilmuan Al-Azhar

Oleh M. Nova Burhanuddin

Kita semua pernah berpiknik. Pernah bepergian dari satu tempat yang sudah kita akrabi seluk-beluknya menuju tempat di luar zona nyaman kita. Kita pun merasakan nuansa yang berbeda dan segera kita bisa beradaptasi dengan perubahan itu. Terkadang bahkan tanpa adaptasi sama sekali karena merasakan esensi budaya kedua tempat tersebut sama saja, meski nuansanya berbeda. Ini menunjukkan bahwa manusia punya kemampuan beradaptasi yang luar biasa.

Islam Nusantara dan Perspektif Keilmuan Al-Azhar (Sumber Gambar : Nu Online)
Islam Nusantara dan Perspektif Keilmuan Al-Azhar (Sumber Gambar : Nu Online)

Islam Nusantara dan Perspektif Keilmuan Al-Azhar

Dalam konteks sebagai agama wahyu pamungkas nan paripurna, Islam punya spirit rahmatan li’l-‘âlamîn (sebagai rahmat untuk seluruh alam). Oleh para ulama spirit tersebut coba diturunkan kesemua konsep ilmu dalam Islam beserta praktiknya masing-masing, sehingga Islam akan selalu relevan setiap zaman setiap tempat. Relevansi itutidak hanya dipengaruhi situasi zaman dan posisi tempat sebagai komposisi jaringan konteks sosial. Tapi juga terkait potensi dan kompleksitas hakikat Islam itu sendiri yang memang fleksibel dan adaptif--dalam tataran yang tidak menafikan esensi, identitas, dan logika terdalam Islam itu sendiri, tentu saja. Maka dikenal konsep al-qath’iyyât (hal-hal yang pasti) danadh-dharûriyyât (hal-hal yang primer) dalam agama, di samping konsep ¬azh-zhanniyyât(hal-hal yang spekulatif), al-hâjjiyyât (hal-hal yang sekunder), dan at-tahsîniyyât (hal-hal yang tersier). Komposisi terpadu dan menarik inilah modal utama untuk jadi relevan sepanjang zaman di manapun berada.

Gambaran di atas memberi kita modal lumayan untuk memahami kemungkinan perkembangan, kemudian keragaman, dalam Islam (lebih tepatnya: keberislaman) menurut kawasan kebangsaan yang beragam. Maksudnya, mengkaji Islam menurut kawasan sebagai efek praktik keberagamaan bangsa-bangsa yang berbeda. Yakni, sebagaimana fokus dalam opini ini, perkembangan wacana yang kini populer disebut dengan “Islam Nusantara”. Akan kita diskusikan dan perdebatkan keabsahannya sesuai dengan aqidah dan syariah Islam yang telah disepakati. Dengan begitu akan kita dapatkan makna esensial dari wacana Islam Nusantara ini. Lalu makna tersebut kita komparasikan dengan spirit dan manhaj Al-Azhar, benteng Aswaja kebanggaan kita semua.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kita mulai dari pendekatan kebahasaan atas rangkaian istilah “Islam Nusantara”. Islam Nusantara merupakan satu frasa. Dalam gramatika Arab, frasa demikian disebut sebagai susunan mudhâf mudhâf ilaih. Dengan demikian berlaku perkiraan makna huruf fî (di dalam) di antara ‘Islam’ dan ‘Nusantara’ menjadi ‘Islam di Nusantara’. Mengingat kemungkinan perkiraan makna lain, yakni makna li (milik) dan min (dari jenis) tidak memungkinkan dalam konteks ini. Lihat lebih luas pembahasan gramatikal Arab ini dalam semua buku nahwu dari yang standar sampai yang tingkat tinggi yang dipelajari di Al-Azhar bahkan di belahan dunia manapun. Seperti Al-Âjurûmiyyah, Alfiyyah Ibn Mâlik, Syarh Ibn ‘Aqîl ‘alâ Alfiyyah Ibn Mâlik, Syarhal-Asymûnî ‘alâ Alfiyyah Ibn Mâlik,Hâsyiyah ash-Shabbân ‘alâ Syarhal-Asymûnî, Audhahu’l-Masâlik ilâ Alfiyyah Ibn Mâlik, dan lain-lain. Sementara penggunan kata Islâm disandarkan (susunan mudhâf mudhâf ilaih) pada isim lain juga dipakai di Arab, seperti buku terjemahan cetakan Al-Markaz al-Qaumi li-at-Tarjamah, Mesir, yang berjudul Al-Kitâbah wa Asykâl at-Ta’bîr fî Islâm al-Qurûn al-Wusthâ (Tulisan dan Bentuk-Bentuk Pengungkapan pada Islam Abad Pertengahan).

Dari sini bisa diketahui bahwa yang dimaksud ‘Islam’ di sini adalah majaz untuk ‘keberislaman’, dilihatdari makna, maksud, dan tujuan para penggagas Islam Nusantara. Lebih tegasnya, ia hanya istilah ringkas untuk menyebut wacana keberislaman atau ekspresi praktik keberislaman di Nusantara. Bukan suatu jenis Islam yang baru yang sama sekali berbedadengan Islam yang lain di negeri yang lain dengan budaya yang lain .. dalam hal apa? Aqidah dan syariah.

Jadi yang beragam hanyalah ekspresi keberislaman bangsa-bangsa dunia seturut perbedaan budaya mereka. Dengan begitu, secara lebih filosofis, kegagalan mengerti kemungkinan hal tunggal terekspresikan ke dalam banyak hal merupakan kegagalan pula mengerti kemungkinan Islam yang satu terekspresikan dan terpraktikkan ke dalam banyak bentuk—tentu saja tanpa menafikan esensi dan hakikat yang tunggal dan Islam satu tersebut.

Ada perdebatan kalam dan filsafat yang menarik soal ini. Para filsuf dan mutakallim memikirkan, bagaimana kemungkinan alam semesta yang banyak ini bisa muncul dari Yang Maha Esa tanpa ada perubahan pada dzat Yang Maha Esa? Padahal banyak adalah ciri alam, sementara ke-Esa-an adalah esensi Tuhan? Di sisi yang lain, logika mengatakan, “Apa saja yang tak lepas dari ciri kealaman maka ia adalah alam.” Bagaimana solusi atas kontradiksi ini?

Para filsuf menjawabnya dengan teori ash-shudûr, al-faidh (emanasi), sementara para mutakallim asy’arian-maturidian menjawabnya dengan teori al-khalq (penciptaan), at-ta’alluq (kaitan), al-idhâfah (penyandaran), atau an-nisbah (nisbat, relasi). Kelompok pertama berpandangan bahwa yang muncul dari Yang Maha Esa hanyalah satu, dan dari satu inilah berproses danmuncul hal-hal yang banyak, seketika tanpa jeda waktu. Karena yang muncul dari Yang Esa hanyalah satu, sebagai konsekuensi logis Dia memikirkan diri-Nya sendiri, maka Yang Esa tidak mengalami perubahan. Sementara para mutakallim asy’arian-maturidian berpandangan bahwa kemunculan alam yang banyak itu tidak membuat dzat Allah swt berubah, karena Dia punya sifat al-qudrah, al-irâdah, al-‘ilm. Dia menciptakan alam dari ketiadaan dengan sifat al-qudrahatas dasar kesesuaian dengan sifat al-irâdah dan al-‘ilm. Sifat al-qudrah inimemiliki ta’alluq tanjîzî hâdits, sehingga dzat Allah swt yang bertajalli dalam sifat al-qudrah tidak berubah sama sekali karena yang berubah hanya ta’alluq tersebut yang berelasi sesuai dengan perubahan ciptaannya, yakni alam semesta. Uraian lebih panjang lebarbisa dibaca dalam diktat aqidah andalan Al-Azhar, seperti Tuhfatu’l-Murîd, Al-Mawâqif, Syarhal-Mawâqif, al-Maqâshid, Syarhal-Maqâshid, Al-Mathâlib al-‘Âliyah, Abkâr al-Afkâr, dan lain-lain.

Yang ingin penulis sampaikan hanya bahwasanya perbedaan dan keragaman bagi makhluk adalah niscaya. Dalam konsep teologis yang membahas dzat Allah dan sifat-Nya di atas, konsep perbedaan dan perubahan menemukan porsinya yang pas dan posisinya yang strategis, yakni pada level relasinya dengan alam semesta. Karena berelasi maka berubah dan beragam. Islam juga begitu. Ia tetap satu, namun keberislaman yang berelasi dengan banyak bangsa dan budaya .. niscaya beragam dan berubah. Namun kita tahu, keberislaman jelas berbeda dengan Islam itu sendiri, meski saling mengandaikan. Sehinggasisa yang bisa diperdebatkan hanyalah soal pembuktian dan pertanggungjawaban keberislaman yang beragam itu di hadapan kepastian aqidah dan syariah sebagai representasiIslam yang hakiki. Bukan kemunculan ragam keberislaman yang pasti ada.

Kini kita beralih ke pendekatan kesyariatan. Dalam Ushul Fiqih, kita mengenal konsep sumber-sumber hukum Islam. Yakni Al-Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas. Ini yang disepakati tanpa perselisihan. Sementara di luar itu masih ada sumber hukum Islam lain yang dipergunakan para fuqaha namun masih menyisakan perselisihan pendapat soal legitimasinya. Yakni al-istihsân, al-mashlahah al-mursalah, al-‘urf, al-istishhâb, syar’u man qablanâ, madzhab ash-shahâbîy. Yang jelas, semua sumber hukum ini pada akhirnya kini banyak dibahas dan diterapkan dalam banyak wilayah kajian, baik untuk beristinbath maupun beristidlal. Nah, konsep sumber hukum ini bisa digunakan untuk membangun konsep yang baik soal relasi agama dengan budaya. Tegasnya, yakni bagaimana membangun peradaban khas Islam Nusantara.

Para pemikir Islam Nusantara kerapkali menggunakan pendekatan al-‘urf (adat kebiasan masyarakat) untuk membangun relasi yang baik tersebut. Tentu saja bukanlah adat yang tidak bermanfaat dan yang bertentangan dengan kepastian aqidah dan syariah, sebagaimana dijelaskan di atas. Tapi adat baik yang berfungsi sebagai asas pemahaman dan pengertian dalam masyarakat. Suatu asas yang mana masyarakat umum biasa menggunakannya dalam interaksi sosial mereka. Fungsi pemahaman dan pengertian inilah yang membuat adat (al-‘urf) punya legitimasi kuat dalam syariah Islam. Seperti tergambar dalam bentuk kaidah-kaidah. Yaitu, bahwasanya adat adalah syariah yang kokoh (al-‘âdah syarî’ah muhkamah); adat bisa berfungsi layaknya syarat (al-ma’rûf ‘urfan ka’l-masyrûth syarthan); adat bisa punya ketetapan setingkat nas (ats-tsâbit bi’l-‘urf ka’ts-tsâbit bi’n-nash); adat bisa menkhususkan yang umum (al-‘âdah tukhashshish al-‘umûm), membatasi yang mutlak (al-‘âdah tuqayyid al-‘umûm); dan lain-lain yang dibahas maksud dan fungsinya dalam kitab-kitab ushul fiqih dan qawa’id fiqih yang dipakai di Al-Azhar dan dunia. Seperti ‘Ilm Ushûl al-Fiqh, Nihâyah as-Sûl, al-Burhân, al-Mustashfâ, al-Mahshûl, al-Muwâfaqât fî Ushûl asy-Syarî’ah, Qawâ’id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm, Al-Furûq, al-Asybâh wa an-Nazhâir, dan lain-lain.

Pemahaman konsep al-‘urf? di atas kemudian dibuat semacam titik tolak untuk menemukan kembali kesadaran islamisasi Wali Songo enam abad yang lalu sebagai tonggak kegemilangan Islam Nusantara. Bagaimana para Wali yang legendaris itu berhasil mengislamkan mayoritas bangsa Nusantaradari yang sebelumnya mayoritas beragama Kapitayan, Hindu, Buddha. Tanpa kekerasan. Tanpa konflik kebangsaan. Bahkan diterima lalu disokong penguasa waktu itu. Ingat Syaikh Ali Murtadha (kakak Sunan Ampel) diangkat Kerajaan Majapahit jadi Raja muslimin Gresik (setingkat Menteri Agama Islam), Syaikh Rahmat (Sunan Ampel) jadi Imam muslimin Ampel, Sunan Kudus jadi panglima perang dan penasehat Kesultanan Demak, Sunan Kalijaga jadi penasehat spiritual Kesultanan Demak. Juga wali-wali lain yang berperan penting di masyarakat dan pemerintahan.

Para Wali Songo ini kemudian mewariskan adat, budaya, dan peradaban yang mengagumkan. Berkat warisan inilah bangsa Nusantara berislam dengan kesadaran kultural lebih. Sehingga tanpa perintah raja atau presiden pun masyarakat Indonesia tetap tahlilan, maulidan, selametan, kendurian, ziarah wali, di samping juga membiasakan puji-pujian, tembangan, masakan, pewayangan, dan terutama kesadaranrelasi agama dan budaya dengan damai. Begitu juga sistem penanggalan, sistem pemerintahan, tata sosial, struktur masyarakat, primbon yang khas, masjid dan bangunan, seni perang, teknik bikin alat tempur, dan lain sebagainya.Warisan baik ini harus disyukuri dan dilestarikan.

Warisan budaya tersebut kemudian memunculkan ragam keberislaman baru yang kelak disebut Islam Nusantara, yang uniknya berbeda secara sosiologis(bukan aqidah-syariah) dengan Islam Arab, Islam Persi, Islam Afrika, Islam Rusia-Asia Utara, Islam India-Asia Tengah, juga Islam Eropa-Amerika, sebagaimana pernah dirinci oleh KH. Abdurrahman Wahid.

Satu pertanyaan menggelitik kemudian muncul begitu saja. Bagaimana bisa muncul keberislaman yang beragam secara sosiologis padahal aqidah dan syariahnya sama?

Menjawabnya, kita bisa meminjam pandangan Ibn Khaldun, bapak Sosiologi yang fenomenal itu, seorang ilmuwan Islam kelahiran Tunisia yang menghabiskan separuh karier intelektualnya di Mesir dan Al-Azhar. Dalam karya abadinya, Al-Muqaddimah, dia menjelaskan bahwa kebersosialan manusia itu pasti (fî anna al-ijtimâ’ a-insânîy dharûrîy). Tepat setelah itu dia menjelaskan hal-hal menarik yang kelak disebut sebagai sosioekologi (sosiologi yang menjelaskan seputar kajian lingkungan dan pengaruhnya). Yakni menjelaskan bagaimana perbedaan lingkungan, wilayah, iklim bisa mempengaruhi,secara kebiasaan, perbedaan kebudayaan dan peradabanpenduduknya—tentu saja juga perbedaan bagaimana mereka berperilaku dan berinteraksi dengan keyakinannya, masyarakat yang mengitarinya, dan lingkungan sekitarnya.

Pandangan sosilogis yang sudah berumur tujuh abad lebih itu tentu saja mengalami sedikit banyak perkembangan dan pergeseran hingga sekarang walaupun esensi teoretisnya tetap. Pandangan itu tetap menunjukkan bagaimana relasi pengaruh-keterpengaruhan antara lingkungan dan budaya masyarakatnya. Penduduk wilayah tropis berbeda dengan penduduk wilayah kutub juga penduduk wilayah sedang. Penduduk pegunungan berbeda dengan penduduk tepi pantai. Penduduk perpabrikan berbeda dengan penduduk persawahan. Penduduk perkotaan metropolis berbeda dengan penduduk pedesaan. Penduduk kepulauan berbeda dengan penduduk gurun pasir. Perbedaan ras dan suku juga berpengaruh. Yang perlu dicatat, bahwa selalu ada pengecualian. Dari kelompok umum masyarakat di atas, Ibn Khaldun mengecualikan kelompok orang yang tidak terpengaruh lingkungan. Yakni para Nabi dan Wali yang corak perilaku mereka berdasarkan pertimbangan ketuhanan dan kemanusiaan lebih dari pertimbangan lingkungan. Berkat itulah mereka mampu beradaptasi secara manusiawi nan esensial dan memberi hidayah banyak makhluk di sekitar mereka. Satu lagi, bahwa kecenderungan perbedaan sosiologis ini bersifat alamiah lebih banyak daripada bersifat politis sesuai dinamika kekuasaan yang mengepungnya. Karena kebutuhan hidup bermasyarakat adalah kepastian asal, sementara kebudayaan dan peradaban suatu kekuasaan itu dibangun di atasnya setelah itu. Lihat uraiannya di Al-Muqaddimah dan banyak buku kajian atasnya, seperti buku ‘Ilm al-Ijtimâ’ al-Khaldûnîy. Juga buku-buku sosiologi lain yang sejenis.

Setelah uraian seputar bahasa, aqidah, syariah, dan sosiologi di atas, sampai kiranya kita di penghujung uraian. Akan penulis isi dengan persoalan logika representasi dalam Islam Nusantara itu bekerja. Yakni terkait bagaimana wacana lama-baru itu menemukan kematangannya dengan segera. Lemparan banyak wacana Islam Nusantara bisa berasal dari mana saja, terkadang esensial, terkadang parsial dan reaksioner, bahkan secara politis ada juga penunggangan. Kunci yang perlu dikembangkan menghadapi masalah ini adalah kesadaran metodologis yang esensial. Yakni kesadaran sejauh mana Islam Nusantara itu berkembang dan menyesuaikan dengan kepastian-kepastian yang sudah ada sebelumnya, termasuk kepastian aqidah dan syariah, yang sudah penulis uraikan beberapa pemantiknya di atas. Karena peradaban selalu dibangun setahap demi setahap. Lalu inovasi wacana yang mencerahkan perlu digalakkan demi tuntutan peradaban yang terus bergerak. Dengan begitu, Islam Nusantara sebagai sebuah kajian akan matang, mencerahkan, membimbing, dan penuh tanggungjawab. Demi kemajuan kesadaran kemanusiaan Nusantara yang adil dan beradab.

Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana Universitas Al-Azhar. dan sekarang masih diamanati menjadi Ketua II PCINU Mesir 2014-2016.

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah