Senin, 26 Desember 2011

Selamat Tinggal MOS, Selamat Datang MATSAMA

Oleh Ruchma Basori

Tiap tahun ajaran baru para orang tua sibuk mencarikan lembaga pendidikan terbaik bagi putra-puterinya. Melalui pendidikan, mereka menggantungkan cita-cita untuk masa depan anak-anaknya. Anak-anak yang sehat, berkarakter, bermoral, lagi cerdas menjadi dambaan. Karenanya para orang tua tidak segan-segan mengeluarkan sejmlah uang yang tidak sedikit agar anak-anaknya tidak sekadar sekolah, namun mendapatkan layanan pendidikan terbaik di negeri ini.? ?

Menyadari akan pentingnya menyiapkan masa depan anak bangsa, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah. Orang tua diimbau untuk mengantar anak di hari pertama sekolah. Bagi Mendikbud "Hari pertama sekolah menjadi kesempatan mendorong interaksi antara orang tua dengan guru di sekolah untuk menjalin komitmen bersama dalam mengawal pendidikan anak selama setahun ke depan. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan keterlibatan publik dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah."

Selamat Tinggal MOS, Selamat Datang MATSAMA (Sumber Gambar : Nu Online)
Selamat Tinggal MOS, Selamat Datang MATSAMA (Sumber Gambar : Nu Online)

Selamat Tinggal MOS, Selamat Datang MATSAMA

Di saat harapan orang tua begitu besar, masih ada catatan kelam terhadap ritus penyambutan Peserta Didik Baru oleh sekolah. Biasanya dikenal dengan kegiatan Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), sebelumnya disebut Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Khusus di lingkungan pendidikan Madrasah (MI, MTs dan MA) kini telah berubah nama menjadi Masa Ta’aruf Siswa Madrasah disingkat MATSAMA.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Saya tergerak hatinya untuk urun rembug berkaitan dengan MOS dan sejenisnya utamanya MATSAMA di madrasah. Cita-cita menciptakan anak-anak Indonesia yang unggul dan bermoral, tidak boleh kandas dan mati sebelum berkembang, karena praktek MOS yang penuh dengan kekerasan, perpeloncoan dan berakhir dengan tragedi kematian. Saya berharap banyak, MOS mestinya menjadi pintu gerbang mengantarkan lahirnya calon-calon pemimpin yang handal mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan. ?

Setitik noda

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam dekade terakhir ini kita sering mendengar tuntutan agar MOS di tiadakan. Karena dinilai banyak mendatangkan kemadlaratan dari pada kemaslahatan. Kita tentu masih ingat, kematian siswa SMP Flora, Bekasi, Evan Chistopher Situmorang (12) setelah mengikuti Masa Orientasi Sekolah (MOS).

Okezone dari Koran SINDO, Selasa (4/8/2015) mencatat daftar pelajar yang meninggal akibat MOS selama beberapa tahun terakhir. Roy Aditya Perkasa (14) tewas setelah mengikuti MOS di sekolahnya, SMA 16 Surabaya pada 15 Juli 2009. Roy sebelumnya sempat pingsan, namun nyawanya melayang saat hendak diantar ke Rumah Sakit Sutomo, Surabaya.

Hal yang sama menimpa Amanda Putri Lubis, siswi baru SMAN 9 Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, meregang nyawa pada 13 Juli 2011. Dia diduga menjadi korban MOS karena mengeluhkan sesak napas usai mengikuti MOS di sekolah barunya. Pada tahun 2012, Muhammad Najib, siswa Sekolah Pelayaran Menengah Pembangunan di Jakarta dipaksa jalan kaki sejauh lima kilometer ketika mengikuti MOS. Karena kelelahan yang sangat berat, nyawa Muhammad Najib tak dapat tertolong.

Pada 29 Juli 2015, Febriyanti Safitri (12) menghembuskan napas terakhir saat mengikuti Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) di SMP PGRI Gadog, Megamendung, Kabupaten Bogor dan kasus kekerasan MOS. Terakhir dialami almarhum Evan Christopher Situmorang (12). Siswa baru SMP Flora, Bekasi tewas diduga karena kelelahan mengikuti MOS di sekolahnya.

Kita juga tidak menutup mata, sisi positif dari Masa Orientasi Siswa. Pengenalan sejak dini terhadap lingkungan sekolah dan madrasah, sistem dan tradisi akademik, pengembangan diri dan bagaimana menjadikan sekolah sebagai wahana efektif pembentukan kepribadian. Namun sayangnya harus sedikit ternodai berbagai kasus demi kasus utamanya kekerasan yang berakibat fatal nyawa melayang.

Hal lainnya adalah MOS juga telah disalahgunakan sebagai ajang perpeloncoan yang jelas-jelas tidak mencerminkan nilai-nilai akademis. Tugas-tugas yang memberatkan, pakaian dan atribut yang lucu, pemborosan dan irrasional.

Terkait dengan hal ini Anis Baswedan telah menegeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru dan Contoh Kegiatan dan Atribut yang dilarang dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah. Beberapa contoh Atribut yang dilarang adalah: (1). Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya; (2). Kaos kaki berwarna-warni tidak? simetris, dan sejenisnya; (3). Aksesoris di kepala yang tidak wajar; (4). Alas kaki yang tidak wajar; (5). Papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat; (6). Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Sementara beberapa contoh aktivitas yang dilarang dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah adalah: (1). Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu; (2). Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat (menghitung nasi, gula, semut, dsb); (3). Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru; (4). Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti menyiramkan air serta hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan; (5). Memberikan tugas yang tidak masuk akal seperti berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta membawa barang yang sudah tidak diproduksi kembali; (6). Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Selamat tinggal MOS

Melihat kenyataan pahit, tragis dan memilukan di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru mengganti Masa Orientasi Siswa dengan Masa Ta’aruf Siswa Baru (MATSAMA). Walaupun kita belum pernah mendengar kegiatan MOS di kalangan madrasah yang berakhir dengan tragedi.

Matsama adalah istilah baru pengganti dari Masa Orientasi Siswa (MOS) di kalangan madrasah yang akan diterapkan secara serentak pada tanggal 18 Juli 2016. Tidak sekadar ganti nama, namun ada perubahan paradigma pagelaran dan ritus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di madrasah yang sudah berjalan puluhan tahun.

Menurut Direktur Pendidikan Madrasah, M. Nur Kholis Setiawan, Matsama masih relevan untuk pengenalan lingkungan sekolah kepada siswa baru. “Pengenalan itu meliputi kegiatan rutin madrasah, fasilitas, nilai dan norma yang berlaku, pengenalan organisasi, sistem pembelajaran, serta pengenalan civitas madrasah. Matsama harus diisi dengan kegiatan edukatif, tetap mentaati peraturan atau tata tertib, serta menjunjung tinggi norma yang berlaku di madrasah (Pinmas Kemenag.go.id).

Kegiatan Matsama kata M. Nur Kholis wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan. Perencanaan dan penyelenggaran kegiatan Matsama menjadi hak guru. Kementerian Agama melarang pelibatan siswa senior (kakak kelas) dan atau alumni sebagai penyelenggara. Dengan paradigma baru itu, Kementerian Agama bertekad menjadikan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah harus zero kekerasan dan kemubaziran.

Perubahan paradigma

Matsama dengan paradigma baru seperti apa yang diharapkan? Perubahan paradigma dari yang semula mengedepankan seremonial dengan aksesoris yang kurang mencerminkan nuansa akademik diganti dengan kegiatan yang berorientasi pada pengenalan sistem, tradisi dan budaya pembelajaran di Madrasah. Tradisi yang kerap diidentikan dengan perpeloncoan yang kadang dekat dengan kekerasan dan pelecehan, diganti dengan pengenalan siswa terhadap kultur madrasah yang kondusif, menyenangkan, ramah dan berorientasi pada mutu.

Matsama mestinya dapat mengantarkan para siswa komitmen pada nilai-nilai kebersamaan, tolong menolong, hidup bersama secara damai, saling menghargai, etos belajar, dalam wadah pendidikan madrasah yang memanusiakan manusia. Kegiatan seperti diskusi kelopok, permainan-permainan membentuk team building bisa dipertimbangkan untuk ini. Para siswa dilatih untuk tidak saja menjadi pribadi yang unggul (superman), tetapi juga dapat membangun kebersamaan (super team).

Tradisi senior-unior yang saling berhadapan bahkan hirarkhis mulai dikikis digantikan dengan hubungan kesebayaan yang edukatif. Relasi akademik mencoba dibangun bukan relasi senior unior yang kadang mengganggu kekritisan, kreatifitas dan komitmen untuk sukses bersama bukan sukses sendiri-sendiri.

Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan dalam kitab Talimul Mutaalim juga harus menjadi pondasi dasar para siswa madrasah yang harus ditanamkan sejak Matsama. Cinta ilmu pengetahuan, hormat pada guru, saling mendoakan antara guru dan murid, nilai keberkahan dan keutamaan ilmu pengetahuan menjadi dasar etika para siswa madrasah yang kini juga mulai hilang.

Matsama dijadikan sebagai wahana memperteguh komitmen pada kebangsaan, NKRI dan menjunjung tinggi Pancasila, yang disadari akhir-akhir ini mulai memudar dikalangan diri siswa. Hasil survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin Bambang Pranowo, Guru Besar UIN Jakarta pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal.

Lebih mengkhawatirkan lagi, menyebutkan bahwa 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Sementara jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom.

Survei ini sangat mengkhawatirkan bagi masa depan Islam Indonesia yang toleran dan damai. Oleh karenanya Matsama menjadi wahana efektf mnanamkan sejak dini nilai-nilai kebangsaan. Bangga menjadi bangsa Indonesia diaman kita tinggal, menghirup udara segar, makan dan minum dari hasil bumi Indonesia.

Ada baiknya para siswa mulai dikenalkan sejak dini situs-situs sejarah, cagar budaya dan obyek-obyek kebudayaan Indonesia. Rihlah ilmiah dan kebudayaan ke tempat-tempat bersejarah menjadi penting. Jika sekiraya Madrasah jauh dari obyek tersebut, bisa didatangkan sejarahwan dan budayawan untuk berdialog dengan mereka. Madrasah dan sekolah harus mampu melahirkan anak-anak bangsa yang berbudaya, berkarakter Indonesia.

Selamat mengikuti Matsama bagi adik-adiku semoga menjadi pengalaman menarik dan menyenangkan.

Ruchma Basori, (Kasi Kemahasiswaan Dikti Islam Kementerian Agama RI, Sekjen PMU MAN Insan Cendekia dan Kandidat Doktor Universitas Negeri Jakarta)



Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berita Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Syekh Abdus Salam Masyisy, Pengarang Sholawat Masyisyi

Maula Abdus Salam Masyisy Al Alami adalah seorang sufi yang hidup pada masa pemerintahan dinasti Muwahiddin. Ia lahir di Kampung Jbel Lalam wilayah Arouss Maroko dekat Tanger pada tahun 1140-1227 Masehi atau setara dengan 559-626 Hijriyah.

Pada ? abad kedua belas sampai abad ketiga belas, ia berhijrah ke Jbel Lalam , sebelah selatan kota Tangier Ibu kota perekonomian Maroko saat ini, di mana ia di makamkan disana sampai sekarang.

Syekh Abdus Salam Masyisy, Pengarang Sholawat Masyisyi (Sumber Gambar : Nu Online)
Syekh Abdus Salam Masyisy, Pengarang Sholawat Masyisyi (Sumber Gambar : Nu Online)

Syekh Abdus Salam Masyisy, Pengarang Sholawat Masyisyi

Masyisy adalah bahasa berber yang ? berarti kucing kecil,panggilan ini diberikan oleh ayahnya waktu Ia masih kecil. Ia termasuk seorang Syarif keturunan dari Maula Idris pendiri kerajaan Idrisiyah ? di Fes yang bersambung nasabnya ke Sayyidina Hasan.

Saat masih kecil ,Ia pernah nyantri kepada Guru guru Quran di Kampungnya ,belau telah hafal Alquran pada usia 12 tahun dengan qira’ah sab’ahnya.Lalu belajar fiqih mazhab Maliki di Taza, kapada Sidi Salem dari kabilah Bani Yusuf dan Sidi Ahmed al-Hajj Aqatran Asalani dari kabilah ? Bani Abraj. Dan kemudian ? berguru thoriqot kepada Abu Madyan(Sidi Abu Madyan Shuayb al-Ghawt (w 594/1179), selah seorang guru besar Tarekat Sufi di ? Maroko.?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Setelah Nyantri kebeberapa guru ,ia pindah ke Sebta untuk bergabung kebarisan mujahidin untuk berperang ,sembari mengajar Alquran anak anak kecil ? di masjid masjid.

Sampai pada Akhirnya, ia mengabdikan dua puluh tahun terakhir dari hidupnya untuk ibadah dan bertafakur dipuncak ? Jabal al-Alam (Bukit Bendera),dan disinlah Syeh Abul Hassan Shadhili (w. 656/1241) mengaji kepadanya. Syekh Abu Hasan Syadhili ? adalah murid semata wayang dari Syeh Ibnu Masyisy.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia memiliki karya berbentuk tulisan yang berupa buku kumpulan refleksi tentang kehidupan beragama dan politik pada masanya ,serta pidato terkenal Nabi Muhammad (Kitab tasilya) yang ditulis ulang dan dikomentari oleh Syeh Ahmad ibn Ajiba (1747-1809),seorang ulama besar Maroko Abad 18. Selain itu, Ia adalah penulis dari sholawat indah dan keramat ? yang sangat terkenal, yaitu Sholawat Masyisyiyah yang sering diwiridkan dipesantren pesantren Nusantara.

Di Maroko ,sholawat ini masih lestari dan sering dibacakan secara berjama’ah di masjid masjid, zawiyah sufiyah sampai seringkali ? terdengar di radio radio kerajaan. Dan ini adalah upaya baik Kerajaan Maroko dalam melestarikan karya ulama’ agar tidak tergerus masa ,sekaligus upaya pengingat masyarakat untuk selalu bersholawat ,dan salam kepada Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wasallam.

Berikut redaksinya:

أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى Ù…ÙŽÙ? Ù’ مِÙ? ْهُ اÙ? ْشَقَّتِ اْلاَسْرَارُ.وَاÙ? ْفَلَقَتِ اْلاَÙ? ْوَارُ. وَفِÙ? ْهِ ارْتَقَتِ الْحَقَائِقُ. وَتَÙ? َزَّلَتْ عُلُوْمُ أدَمَ فَأَعْجَزَ الْخَلاَئِقَ.وَلَهُ تَضَاءَلَتِ الْفُهُوْمُ فَلَمْ Ù? ُدْرِكْهُ مِÙ? َّا سَابِقٌ وَلاَ لاَحِقٌ. فَرِÙ? َاضُ الْمَلَكُوْتِ بِزَهْرِ جَمَالِهِ مُوْÙ? ِقَةٌ. وَحِÙ? َاضُ الْجَبَرُوْتِ بِفَÙ? ْضِ Ø£ÙŽÙ? ْوَارِهِ مُتَدَفِّقَةٌ. وَلاَ Ø´ÙŽÙ? ْئَ إِلاَّ وَهُوَ بِهِ Ù…ÙŽÙ? ُوْطٌ. إِذْ لَوْ لاَ الْوَاسِطَةُ لَذَهَبَ كَمَا قِÙ? ْلَ الْمَوْسُوْطُ. صَلاَةً تَلِÙ? ْقُ بِكَ مِÙ? ْكَ إِلَÙ? ْهِ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. أللَّهُمَّ إِÙ? َّهُ سِرُّكَ الْجَامِعُ الدَّالُّ عَلَÙ? ْكَ. وَحِجَابُكَ اْلاَعْظَمُ الْقَائِمُ بَÙ? Ù’Ù? ÙŽ Ù? َدَÙ? ْكَ. أللَّهُمَّ أَلْحِقْÙ? ِى بِÙ? َسَبِهِ. وَحَقِّقْÙ? ِى بِحَسَبِهِ. وَعَرِّفْÙ? ِى إِÙ? َّاهُ مَعْرِفَةً أَسْلَمُ بِهَا ? مِÙ? Ù’ مَوَارِدِ الْجَهْلِ. وَأَكْرَعُ بِهَا مِÙ? Ù’ مَوَارِدِ الْفَضْلِ. وَاحْمِلْÙ? ِى عَلَى سَبِÙ? ْلِهِ إِلَى حَضْرَتِكَ. حَمْلاً مَحْفُوْفًا بِÙ? ُصْرَتِكَ. وَاقْذِفْ بِى عَلَى الْبَاطِلِ فَأَدْمَغَهُ. وَزُجَّ بِى فِÙ? بِحَارِ اْلأَحَدِÙ? َّةِ. وَاÙ? ْشُلْÙ? ِى مِÙ? Ù’ أَوْحَالِ التَّوْحِÙ? ْدِ.وَأَغْرِقْÙ? ِى فِÙ? عَÙ? Ù’Ù? ِ بَحْرِ الْوَحْدَةِ. حَتَّى لاَ أَرَى وَلاَ أَسْمَعَ وَلاَ أَجِدَ وَلاَ أُحِسَّ إِلاَّ بِهَا. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ الْحِجَابَ اْلاَعْظَمَ Ø­ÙŽÙ? َاةَ رُوْحِÙ? Ù’ وَرُوْحَهُ سِرَّ حَقِÙ? ْقَتِى وَحَقِÙ? ْقَتَهُ جَامِعَ عَوَالِمِى بِتَحْقِÙ? ْقِ الْحَقِّ اْلأَوَّلِ.Ù? َاأَوَّلُ Ù? َاآَخِرُ Ù? َاظَاهِرُ Ù? َابَاطِÙ? ُ,إِسْمَعْ Ù? ِدَائِى بِمَا سَمِعْتَ بِهِ Ù? ِدَاءً عَبْدِكَ زَكَرِÙ? َّا .وَاÙ? ْصُرْÙ? ِى بِكَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ.ÙˆÙŽØ£ÙŽÙ? ِّدْÙ? ِى بِكَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ. وَاجْمَعْ بَÙ? Ù’Ù? ِى وَبَÙ? Ù’Ù? ÙŽÙƒÙŽ. وَحُلْ بَÙ? Ù’Ù? ِى وَبَÙ? Ù’Ù? ÙŽ غَÙ? ْرِكَ. الله,الله, الله.إِÙ? ÙŽÙ‘ الَّذِÙ? فَرَضَ عَلَÙ? ْكَ الْقُرْءَاÙ? ÙŽ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ. رَبَّÙ? َا آتِÙ? َا مِÙ? Ù’ لَدُÙ? ْكَ رَحْمَةً ÙˆÙŽÙ‡ÙŽÙ? ِّءْ Ù„ÙŽÙ? َا مِÙ? Ù’ أَمْرِÙ? َا رَشَدًا.رَبَّÙ? َا آتِÙ? َا فِÙ? الدُّÙ? Ù’Ù? َا حَسَÙ? َةً وَفِÙ? اْلآخِرَةِ حَسَÙ? َةً وَقِÙ? َا عَذَابَ الÙ? َّارِ. إِÙ? ÙŽÙ‘ الله وَمَلاَئِكَتَهُ Ù? ُصَلُّوْÙ? ÙŽ عَلَى الÙ? َّبِÙ? ِّ.? Ù? َآأَÙ? ُّهَا الَّذِÙ? Ù’Ù? ÙŽ آمَÙ? ُوْا صَلُّوْا عَلَÙ? ْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِÙ? ْمًا.. Foto: Makam Syekh Abdus Salam Masyisy

Muhammad Nurul Alim

Mahasiswa universitas Imam Nafie ,Tanger Maroko, Bendahara PCINU Maroko.

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anti Hoax, AlaSantri, Kiai Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 16 Desember 2011

Ilmu Agama Mutlak Dipelajari Sebelum Jadi Pemimpin

Pringsewu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Bupati Pringsewu H Sujadi mengutip hadits Rasulullah SAW saat memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Perkemahan Satuan Komunitas Pramuka Maarif NU Kabupaten Pringsewu. Ia berpesan kepada Pramuka Penggalang dan Penegak dalam perkemahan yang digelar di Kompleks Gedung NU Pringsewu.

H Sujadi mengatakan bahwa anggota pramuka saat ini merupakan calon pemimpin masa depan dan Khusus Pramuka Sako Maarif memiliki ciri khusus dari pramuka yang lainnya. "Pramuka Sako Maarif adalah pramuka yang memiliki ketaatan kepada gurunya dan selalu beriringan antara belajar ilmu umum dan agama," katanya, Jumat (7/10).

Ilmu Agama Mutlak Dipelajari Sebelum Jadi Pemimpin (Sumber Gambar : Nu Online)
Ilmu Agama Mutlak Dipelajari Sebelum Jadi Pemimpin (Sumber Gambar : Nu Online)

Ilmu Agama Mutlak Dipelajari Sebelum Jadi Pemimpin

Menurutnya, kemampuan di bidang agama akan menjadi kunci ketika kelak benar-benar menjadi pemimpin. Pemimpin yang belajar agama akan memiliki arah yang jelas dalam memimpin yang merupakan warisan para guru dan ulama.

Selain menyampaikan hal tersebut, ia juga menyampaikan keprihatinan orang tua saat ini atas banyaknya para pemuda yang tidak paham dengan keindonesiaan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Banyak pemuda yang mulai tidak mengenal jati diri sebagai orang Indonesia yang nyatanya mayoritas orang Islam. Tidak sedikit yang harus terkena dengan urusan penegak hukum karena terkena narkotika, komunisme, radikalisme dan terorisme atau NKRT," katanya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia yakin jika Pramuka Sako Maarif adalah Pramuka yang memiliki komitmen untuk menegakkan NKRI yang merupakan harga mati untuk terus dipertahankan. "Kalau NKRI ingin tegak maka NKRT tidak boleh hidup di bumi Indonesia," pungkasnya. (Muhammad Faizin/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Habib, Internasional, Warta Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 15 Desember 2011

Ketika Si Penyembah Api Dapat Hidayah dan Berkah

Pada masa Malik bin Dinar, hidup seorang pemuda. Dahulu pemuda tersebut, seorang penyembah api. Namun setelah ia mendapat hidayah untuk masuk Islam, ia pun mengajak seluruh anak dan istrinya untuk ikut masuk Islam.

Suatu hari, usai mengikuti sebuah majelis yang dipimpin Malik bin Dinar di Kota Bashrah, ia pulang ke rumahnya yang berupa puing tua. Meski kehidupannya sangat miskin, ia bertekad tak akan menjual agama Islam yang telah dipeluknya demi harta.

Ketika Si Penyembah Api Dapat Hidayah dan Berkah (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketika Si Penyembah Api Dapat Hidayah dan Berkah (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketika Si Penyembah Api Dapat Hidayah dan Berkah

“Pergilah ke pasar, carilah pekerjaan. Belilah makanan secukupnya untuk kita makan,” kata istrinya, sewaktu pagi.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Baiklah,” kata pemuda itu.

Kemudian, ia bergegas pergi ke pasar, berharap mendapat sebuah pekerjaan yang halal. Namun, hari itu tidak ada seorang pun yang memberinya pekerjaan.

“Lebih baik aku bekerja untuk Allah saja,” kata pemuda tersebut, dalam hati.Ia pun pergi ke sebuah masjid. ia terus shalat hingga malam tiba. Lalu pulang dengan tangan hampa.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kamu tak membawa sesuatu?” tanya istrinya.“Hari ini, aku bekerja untuk Raja. Dia belum memberinya hari ini. Semoga saja esok diberi,” jawabnya.

Mereka melewatkan malam dengan rasa lapar. Hari berikutnya, ia belum juga mendapatkan pekerjaan, dan kembali pulang dengan tangan hampa. Hingga pada hari Jum’at, ia kembali ke pasar.

Namun, sayangnya ia belum jua mendapat pekerjaan. Ia pun pergi ke masjid. Setelah shalat dua rakaat, ia mencurahkan isi hatinya kepada Allah.

“Tuhanku! Pemukaku! Junjunganku! Engkau telah memuliakanku dengan Islam. Kau berikan aku keagungan Islam dam petunjuk terbaik. Atas nama kemuliaan agama yang telah kau berikan padaku dan dengan kemuliaan hari Jum’at yang agung, aku mohon tenangkan hatiku, karena sulitnya mencari nafkah untuk keluargaku. Berikanlah aku rizki yang tak terhingga. Demi Allah! aku malu kepada keluargaku. Aku takut berubah pikiran mereka tentang Islam,” pintanya.

Di saat yang sama, ketika pemuda itu shalat Jum’at. Saat anak istrinya tengah kelaparan. Pintu rumahnya diketuk seseorang. Rupanya, datang seorang lelaki yang membawa nampan emas yang ditutup dengan sapu tangan bersulam emas.

“Ambil nampan ini. katakan kepada suamimu. Ini upah kerjanya selama dua hari. Akan kutambah bila ia rajin bekerja. Apalagi pada hari Jum’at seperti ini. amal yang sedikit, pada hari ini di sisi Raja Yang Maha Perkasa artinya sangat besar sekali,” ucap sang lelaki tersebut.

Nampan tadi, tak disangka berisi 1000 dinar. Ia pungut 1 dinar untuk ditukarkan di tempat penukaran uang. Pemilik penukaran uang yang seorang Nasrani mengatakan uang tersebut bukan dinar biasa. Sebab, beratnya dua kali lipat dari dinar biasa.

“Dari mana kau dapatkan ini?” tanya Nasrani tersebut.

Setelah diceritakan kisah yang telah ia alami tadi, 1 dinar tadi ditukar dengan 100 dirham.Sementara itu, sepulang dari masjid, sang suami kembali dengan tangan hampa. Namun, di tengah jalan ia membawa beberapa jumput pasir dan dimasukkannya ke dalam sapu tangan.?

“Bila nanti ditanya, kujawab saja isinya tepung,” gumamnya dalam hati.

Ketika masuk rumah, tercium bau makanan. Sambil keheranan, ia bertanya kepada istrinya, gerangan apa yang terjadi, bungkusan pasir ia taruh di samping pintu.Setelah diceritakan semuanya, sontak ia langsung sujud syukur kepada Allah.

“Apa yang kau bawa tadi?” tanya istrinya. Rupanya istrinya tahu, sang suami tadi membawa sesuatu.

“Ah, jangan kau tanyakan itu,” jawabnya.

Karena penasaran, bungkusan pasir diambil oleh istri. Namun apa yang terjadi, ternyata pasir tadi telah berubah menjadi tepung.

Kembali ia dan istrinya, bersujud kepada Allah. Atas keajaiban dan rizki yang telah diberikan. (Ajie Najmuddin)

?

Disarikan dari Kitab Al-Mawa’idhu al-‘Usfuriyyah

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Doa Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 08 Desember 2011

5000 Santri Se-Jabar Akan Deklarasi Bandung Lautan Mengaji

Bandung, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebanyak 5.000 santri se-Jawa Barat akan melakukan deklarasi Bandung Lautan Mengaji di Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung pada Ahad, (21/5) mendatang.

Deklarasi sekaligus khatam Al-Quran sebanyak 1000 kali itu akan berlangsung sejak pukul 03.00 pagi hari sampai pukul 06.00 WIB.

Inisiator Nusantara Mengaji, Muhaimin Iskandar pun direncanakan hadir. Termasuk sejumlah tokoh masyarakat, pesantren dan ulama di Jawa Barat.

5000 Santri Se-Jabar Akan Deklarasi Bandung Lautan Mengaji (Sumber Gambar : Nu Online)
5000 Santri Se-Jabar Akan Deklarasi Bandung Lautan Mengaji (Sumber Gambar : Nu Online)

5000 Santri Se-Jabar Akan Deklarasi Bandung Lautan Mengaji

Sekretaris panitia, Ahmad Irfan Alawi mengatakan, peserta Bandung Lautan Mengaji sudah harus tiba di Pusdai pukul 03.00. Kemudian melakukan khataman Al-Quran sampai 04.30. Lalu shalat Subuh berjamaah dan doa khatmil Quran dari para kiai.

Selesai Shalat Subuh persiapan jalan santai ke Gedung Sate. Disana Cak Imin akan orasi kebangsaan serta membagikan hadiah jalan santai. Cak Imin sendiri merupakan Ketua Umum DPP PKB yang dalam hal ini terus keliling Indonesia mengkampanyekan Nusantara Mengaji. (Nurjani/Zunus)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khutbah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 02 Desember 2011

Wahid Hasyim dan Modernisasi Pendidikan Tradisional

Oleh Siti Muyassarotul Hafidzoh

Tema Islam Nusantara yang diangkat Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar ke-33 di Jombang tahun 2015 lalu sangat terkait dengan agenda pendidikan nasional kita. Tema ini mungkin saja “besar” di media, tetapi tak bisa membumi dan terealisasikan di masyarakat kalau tidak dibarengi dengan strategi pendidikan yang dijalankan. Tanpa internalisasi dalam dunia pendidikan, tema ini bisa menguap dan “selesai” setelah muktamar.?

Wahid Hasyim dan Modernisasi Pendidikan Tradisional (Sumber Gambar : Nu Online)
Wahid Hasyim dan Modernisasi Pendidikan Tradisional (Sumber Gambar : Nu Online)

Wahid Hasyim dan Modernisasi Pendidikan Tradisional

Untuk itu, warga NU dan bangsa Indonesia bisa belajar kepada sosok KH Abdul Wahid Hasyim. Walaupun menjadi putra KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Pendiri NU, Wahid Hasyim tidaklah kemudian langsung mengikuti organisasi yang didirikan sang ayah. Wahid muda berpikir dengan serius, sehingga menjatuhkan pilihannya kepada NU. Wahid muda sangat energik, sehingga menjadi penggerak gerakan modernisasi pendidikan pesantren di Indonesia. Berkat kegigihannya, kaum pesantren bukan saja cerdas membaca kitab kuning, tetapi juga lincah dalam membaca literatur berbagai keilmuan dan tangkas dalam menjawab problem kebangsaan dan kenegaraan.?

Ini dibuktikan sendiri oleh Kiai Wahid ? pada 29 April 1945, dimana Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk. Jumlah anggotanya ada 62 orang dari perwakilan seluruh elemen bangsa Indonesia. Saat memulai pertama kali sidang pada 28 Mei 1945, mata para anggota BPUPKI tertuju pada seorang anak muda berpeci yang pemikiran dan gagasannya begitu cerdas. Dialah Wahid Hasyim, anggota termuda setelah BPH Bintoro. Wahid Hasyim berusia 33 tahun, sedangkan Bintoro 27 tahun. ? ?

Yang membuat anggota BPUPKI tercengang tak lain karena sosok Wahid Hasyim mewakili kalangan kaum Islam tradisionalis yang waktu itu masih dikenal konservatif, miskin informasi dan jauh dari pemikiran modern. Tetapi dalam sidang BPUPKI, ia justru tampil sebagai anak muda paling brilian. Pemikirannya yang brilian sampai membuat Soekarno memasukkan sebagai anggota Panitia Sembilan yang merumuskan dasar negara, yang kemudian Panitia Sembilan ini menghasilkan Piagam Jakarta. Dialah anggota Panitia Sembilan termuda.

Transformasi pendidikan tradisional

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Perhatian serius Kiai Wahid bagi pendidikan kelas bawah sangat nyata. Kala pulang dari Mekkah tahun 1932, dia bukannya ikut serta mengajar di pesantren ayahnya, KH Hasyim Asy’ari, tetapi ia malah mendirikan sekolah klasikal yang mengajarkan ilmu umum kepada santri-santri Tebuireng. Santri sudah diajarkan bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Prancis. Selain bahasa asing itu, santri juga diajari aljabar (matematika), ilmu bumi (geografi), dan sejarah. Lompatan gagasan dan gerak anak muda sampai tidak bisa ditentang sang ayah yang merupakan guru para kiai pula Jawa pada awal abad ke-20. ? ?

Jasanya atas perkembangan pendidikan kelas bawah sangat besar. Pada tahun 1944, ia dengan berani mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Itulah sekolah tinggi Islam pertama di Indonesia. Kemudian pada pada tahun 1950, kala ia menjabat Menteri Agama, ialah yang pertama kali mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang sekarang menjadi UIN, IAIN dan STAIN. Semua itu ia jalani untuk meningkatkan kualitas umat Islam Indonesia. Wahid Hasyim menginginkan umat Islam semakin berkualitas untuk memimpin kemajuan Indonesia.

Selain menyetujui berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dalam Kementerian Agama, selama menjadi Menteri Agama, usahanya antara lain: pertama, mendirikan Jam’iyah al-Qurra’ wa al-Huffazh (Organisasi Qari dan Penghafal al-Qur’an) di Jakarta. Kedua, menetapkan tugas kewajiban Kementerian Agama melalui Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1950. Ketiga, merumuskan dasar-dasar peraturan Perjalanan Haji Indonesia.

Walaupun dia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan umum, hanya sekolah dari pesantren ke pesantren saja, tetapi melihat rekam jejaknya dalam memperjuangkan Republik Indonesia, dia bukanlah sosok sederhana dengan atribut pendidikannya. Dia justru menjadi orang pertama yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan kelas bawah di pesantren dan pendidikan Islam Indonesia. Tak salah kalau Soekarno selalu menjadikan ia sebagai referensi bagi kebangkitan dan kemajuan Islam Indonesia.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kecerdikan dan kecerdasan Wahid Hasyim dalam mengembangkan pendidikan kelas bawah di pesantren tak lain karena semangatnya yang begitu luar biasa dalam mengembangkan pengetahuan. Kesungguhan ini salah satunya lahir karena beliau sejak kecil dididik seorang ayah yang sangat teguh mengajarkan agama dan keteladanan. Peran sang ayah tak bisa dipungkiri sangat menancap kuat dalam diri seorang Wahid Hasyim. Terlebih saat itu Mbah Hasyim merupakan pemimpin tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama.

Wahid Hasyim sama sekali tidak terbuai dengan kebesaran yang ayah yang dikenal sebagai ahli hadits. Dia justru menjadikan kebesaran ayahnya sebagai tantangan dalam dirinya sendiri untuk mencipta sesuatu yang genuine yang diberikan Allah kepadanya untuk berjuang kepada agama dan negara. Benar sekali, akhirnya ia justru menjadi “juru bicara” sang ayah yang selalu mewakili Mbah Hasyim dalam berbagai pertemuan di Jakarta. Peran Wahid Hasyim sebagai “juru bicara” sang ayah begitu besar, sehingga memperlihatkan kepada publik umat Islam Indonesia bahwa kaum pesantren begitu maju dan modern.

Saat ini, menjadi tantangan serius bagi NU untuk menggugah kembali semangat Wahid Hasyim dalam membangun masyarakat kelas bawah. Data Kementerian Agama (2013) menjelaskan, sampai saat ini Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU sudah memiliki tidak kurang 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di berbagai pelosok negeri, mulai PAUD, TK, SD, MI, MTs, SMP, MA, SMA, SMK, dan perguruan tinggi. Belum lagi pondok pesantren yang jumlahnya ribuan, bahkan banyak sekali yang tidak terdata.?

NU harus mendorong seluruh lembaganya agar semakin berkualitas, sehingga mimpi Kiai Wahid Hasyim bisa segera terealisasikan untuk membangun negeri tercinta ini.***

Penulis adalah Guru MTs Al-Quran, Pesantren Binaul Ummah Wonolelo Pleret Bantul, Yogyakarta dan alumnus Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.?

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama, Meme Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah