Minggu, 26 Oktober 2014

Gus Mus: Kiai Sahal Sempat Tak Berkenan Jadi Rais Aam

Pati, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Musthofa Bisri (Gus Mus) menyampaikan kata sambutan atas nama keluarga saat menghadiri acara mitung dino (tujuh hari) wafatnya Rais Aam KH MA Sahal Mahfudh di kompleks Pesantren Maslakul Huda Kajen, (28/1) Selasa malam.

Gus Mus: Kiai Sahal Sempat Tak Berkenan Jadi Rais Aam (Sumber Gambar : Nu Online)
Gus Mus: Kiai Sahal Sempat Tak Berkenan Jadi Rais Aam (Sumber Gambar : Nu Online)

Gus Mus: Kiai Sahal Sempat Tak Berkenan Jadi Rais Aam

Dalam sambutannya yang disampaikan dengan bahasa Jawa halus, Gus Mus memberikan testimoni terkait sosok Rais Aam yang dikaguminya itu.

“Suatu ketika, pada forum Munas NU di Lampung Mbah Sahal hampir dipastikan jadi Rais Aam menyusul wafatnya Kiai Ahmad Shiddiq. Sayangnya beliau tidak berkenan menjadi Rais Aam. Akhirnya, ulama di bawah beliau pun pada tidak mau. Saya saksi hidup di forum itu,” kata Gus Mus.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Sahal, lanjut Gus Mus, pada era KH Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syansuri bahkan sering dilibatkan dalam bahtsul masail karena para kiai sepuh tahu kualitas Kiai Sahal yang sangat mumpuni. Murid Syeikh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani ini, tambah Gus Mus, telah terbukti kealimannya di forum-forum internasional.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Salah satu ciri ulama yang nyegoro (ilmunya bak seluas lautan) ilmu agamanya itu tidak kagetan. Sampeyan pernah lihat Mbah Sahal kaget? Tidak pernah to..?! Tidak seperti kiai-kiai lainnya. Ada Syiah kaget, ada Ahmadiyah kaget. Ada Ulil Abshar Abdalla kaget,” ujarnya yang langsung disambut tawa hadirin. Menantu Gus Mus, Ulil Abshal Abdalla juga hadir malam itu dengan mengenakan kemeja putih dan celana hitam.

Lebih lanjut Gus Mus menyampaikan, Kiai Sahal merupakan kiai terakhir di lingkungan Nahdlatul Ulama yang memiliki keilmuan yang sejajar dengan Hadratussyekh Kiai Hasyim Asyari, Kiai Wahab Chasbullah, dan Kiai Bisri Syansuri

“Bahkan Kiai Sahal satu-satunya faqih (ulama ahli fiqh) yang tidak hanya menguasai ilmu fiqh dan ushul fiqh, beliau juga sangat menguasai ilmu kemasyarakatan. Dengan penguasaan ini, Kiai Sahal mampu membawa kitab yang disusun pada zaman Rasullah, para sahabat dan tabiin untuk disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini”, tambah Gus Mus.

Gus Mus bercerita, Kiai Sahal muda juga merupakan sosok organisatoris yang handal. Beliau sangat aktif di organisasi NU. “Saya kenal Kiai Sahal itu pada era 1980-an. Saat beliau menjadi katib syuriyah PWNU Jateng, saya wakilnya. Beliau lalu menjadi Rais, saya katib. Hingga beliau masuk jajaran Rais di PBNU saya masih tetap katib mawon,” terang Gus Mus yang lagi-lagi diiringi derai tawa.

Hadir dalam tahlilan malam itu Bupati Pati H Hariyanto, Wakil Bupati H Boediono dan Kapolres Pati Dr Baharuddin beserta jajarannya. Hadir juga Rais Syuriah PCNU Pati KH Aniq Muhammadun dari Pakis dan Habib Muhammad bin Abdullah al-Aidid dari Tayu yang didaulat memimpin tahlil. Para kiai dan ribuan warga Nahdliyin turut serta memenuhi halaman kediaman Rais Aam. (Ali Musthofa Asrori-Muslimin Abdilla/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Daerah, AlaNu Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 23 Oktober 2014

Soal Bermedia Sosial, Ini Pesan Kiai Akyas Buntet

Bicara tentang media sosial, kita tak lepas dari status, komentar, dan publikasi ulang terhadap link atau status yang dibuat orang lain. Mudahnya mengakses media sosial tersebut membuat orang gemar membuat status atau mengisi kolom komentar. Publikasi ulang juga sering dilakukan.

Media sosial kerap kali bukan lagi menjadi media untuk berinteraksi antarindividu, tetapi seakan meluas pada media psikologi. Ya, tentu kita sering melihat bagaimana orang-orang mengungkapkan perasaannya di situs Facebook, misalnya. Hal-hal yang seharusnya menjadi privasi diri sendiri, kini sangat mudah dikonsumsi oleh masyarakat umum. Status yang kita buat tidak terbatas hanya pada lingkup regional atau nasional, tapi bahkan internasional, tidak terbentur tembok batas kenegaraan.

Penulis jadi ingat saat upacara tiap hari Senin di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra Buntet Pesantren Cirebon, tempat penulis mengaji. Pembina Upacara KH Ade Nasihul Umam dalam amanatnya menyampaikan satu syiir dengan bahr thowil karya KH Akyas Abdul Jamil berikut.

Soal Bermedia Sosial, Ini Pesan Kiai Akyas Buntet (Sumber Gambar : Nu Online)
Soal Bermedia Sosial, Ini Pesan Kiai Akyas Buntet (Sumber Gambar : Nu Online)

Soal Bermedia Sosial, Ini Pesan Kiai Akyas Buntet

? ? ? ? ? ? ? ? # ? ? ? ?

Tushowwitu tang ting tung wa tot tet wa tot wa laa # tubali bijironin faqouluka dloi’un

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamu bicara tang ting tung dan tot tet tot (macam-macam) dan tidak memperhatikan tetanggamu, maka ucapanmu itu sia-sia

Jauh sebelum media sosial itu lahir, Muqoddam Tarekat Tijani itu sudah mengingatkan kita untuk tidak perlu banyak berkomentar ataupun menulis status jika hanya mengganggu tetangganya. Dalam konteks media sosial, tentu mengganggu pembaca atau pengguna media sosial lainnya.





Secara langsung, beliau tidak mengatakan demikian. Tapi, jika kita maknai lebih jauh lagi akan beroleh kesimpulan ke sana. Atau lebih halusnya, adik Kiai Abbas Buntet itu membolehkan siapapun berkomentar, asalkan baik dan bermanfaat.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Oleh karena itu, dalam bermedia sosial, jari kita perlu dijaga. Jangan sampai dengan mudah membagikan link sebelum diyakini kevalidannya. Perihal pengunggahan status pun, mestinya kita perhatikan betul. Masihkah kita perlu berbuat kesia-siaan? (Syakir Niamillah Fiza/Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syariah Pimpinan Pusat Muhammadiyah