Sabtu, 29 Agustus 2015

Menaker Sebut 4 Jenis Orang NU Perspektif Ilmu Nahwu

Bandung, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri hadir dalam acara “Kongkow Malam Bersama Menteri Tenaga Kerja” dalam rangka memperingati HUT RI ke-70 di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat, Jalan Galunggung, Bandung, Jawa Barat.

Daam kesempatan ini, sekretaris jendral Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini menyebut ada empat pola ke-NU-an seseorang dilihat dari kacamata ilmu nahwu. Pertama, model jazm yang biasanya dalam nahwu ditandai dengan sukun yang berarti diam.

"Orang ini melakukan tahlilan, yasinan, manaqiban, tetapi tak peduli kalau misalkan amalannya dibidah-bidahkan. Karena orang ini (melakukan amalan) untuk dirinya sendiri," jelasnya dalam diskusi bertema "Nasionalisme dan Masa Depan Islam Nusantara Perihal Umat Islam, Ketenagakerjaan dan Kewarganegaraan", Kamis, (20/8) malam itu.

Menaker Sebut 4 Jenis Orang NU Perspektif Ilmu Nahwu (Sumber Gambar : Nu Online)
Menaker Sebut 4 Jenis Orang NU Perspektif Ilmu Nahwu (Sumber Gambar : Nu Online)

Menaker Sebut 4 Jenis Orang NU Perspektif Ilmu Nahwu

Kedua, lanjutnya, yaitu pola jar yang dalam nahwu biasanya ditandai dengan kasrah yang artinya pecah. "Orang ini punya kesadaran organisasi tetapi tidak punya solidaritas yang cukup kuat dalam elemen di tubuh NU," imbuh Hanif. Menurutnya, orang macam ini kadang menimbulkan sisi negatif berupa perpecahan antarteman sendiri.

Lalu, yang ketiga adalah pola nasab yang dalam nahwu beralamat fathah yang artinya terbuka. "Dia punya potensi untuk berlaku sama dengan semua entitas semua golongan," tuturnya.

Memang, terang Hanif, potensi untuk menjadi teman banyak, tetapi sebaik-baiknya nasab pada akhirnya menjadi manshub yang dalam bagiannya ditentukan oleh orang lain.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pola yang terakhir yaitu dhamah yang berarti berkumpul atau bersatu. Menurutnya jika warga NU bersatu maka Nahdlatul Ulama akan rafa’ yaitu artinya naik atau tinggi. Ia pun mengharapkan warga NU bisa memimpin bangsa Indonesia.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Karena memimpin republik ini adalah hak sejarah NU. Cuma masalah hari ini, tidak bisa ditunggu tetapi harus diperjuangkan dan direbut," tegasnya.

Dalam diskusi ini tampak hadir dari berbagai elemen dan organisasi seperti PMII Kota Bandung, PMII Kabupaten Bandung, Sarbumusi, dan lain sebagainya. Dalam sesi terakhir para peserta diskusi dibagikan buku karya ketua PWNU Jabar DR. Eman Suryaman dengan judul "Jalan Hidup Sunan Gunung Djati". (Bakti Habibie/Mahbib)

?

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Santri, News Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sufisme di Belantara Modernitas

Oleh KH MA Sahal Mahfud. Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhlukNya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini justru sengaja dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah, untuk kemudian mengenali siapa penciptanya.

Syekh Ahmad bin Ruslan al-Syafii mengemukakan, "Sesuatu yang paling awal diwajibkan atas manusia adalah marifatullah dengan keyakinan". Bahwa sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa tidak mesti mengenal terlebih dulu siapa yang berhak disembah, untuk kemudian segala proses dan komponen ibadah kepadaNya tercerminkan di bawah marifatullah. Sebab, ibadah seseorang baik ibadah wajib ataupun sunnah, tidak akan mungkin sah tanpa marifatullah.

Di balik itu, tujuan utama seorang yang berakal adalah bertemu dengan Allah di hari pembalasan nanti, seperti diungkapkan al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.

Sufisme di Belantara Modernitas (Sumber Gambar : Nu Online)
Sufisme di Belantara Modernitas (Sumber Gambar : Nu Online)

Sufisme di Belantara Modernitas

Dengan demikian ada dua hal yang menjadi agenda manusia di hadapan Tuhannya. Ketika seseorang pertama kali ingin memasuki "daerah" Allah, maka ia diwajibkan marifatullah terlebih dahulu. Dan ketika seorang telah mencapai titik final perjalanannya, maka satu-satunya hal yang patut dicita-citakan dan diharapkan adalah hanya liqaullah (bertemu dengan Allah). Rentang antara liqaullah dan marifatullah inilah yang kemudian melahirkan banyak tuntutan dan konsekuensi sekaligus keterkaitan erat dari dan oleh manusia sendiri.

***

Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 57, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat (mauidhah) dari Tuhanmu dan penyembuh/obat bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifauh lima fi al-shudur) dan petunjuk (wa hudan) serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (wa rahmatan li al-muminin)".

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ayat ini dalam tafsir Ruhul Maani diinterpretasikan sebagai jenjang-jenjang kesempurnaan pada jiwa manusia. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan al-Quran -sebagai mauidhah- secara utuh dan tidak parsial, maka ia akan memperoleh seluruh tingkatan kesempurnaan tersebut.

Lebih jauh lagi, Imam Junaedi menafsirkan ayat tersebut sebagai landasan filosofis munculnya klasifikasi syaritat, thariqat, haqiqat dan marifat. Dari kalimat mauidhah yang mengandung nasihat-nasihat untuk meninggalkan segala hal yang dilarang dan menjalankan perintah-perintah Allah, maka lahirlah syariat yang kemudian berisi pula anjuran-anjuran untuk membersihkan akhlaq al-mazmumah (perilaku tidak baik) yang dapat dilihat orang lain.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sedangkan kalimat "syifaun lima fii al-shudur" memuat segala bentuk usaha penyembuhan penyakit-penyakit ruhani sehingga seorang manusia dapat mencapai strata kesempurnaan dalam pembersihan hatinya dari akidah-akidah yang sesat dan tabiat-tabiat yang hina dan tercela. Ini merupakan filosofi munculnya klasifikasi thariqat. Sementara kalimat "wa hudan " mengisyaratkan kesempurnnan yang lebih tinggi lagi, yakni strata haqiqat yang hanya mungkin dicapai oleh manusia lewat hidayah yang diberikan Allah.

Tingkatan ini menggambarkan adanya keadaan jiwa manusia yang telah terhiasi oleh akidah dan akhlak yang baik dan mulia, sehingga seseorang dapat meraih "dhuhur al-haq fi qulubi al-shiddiqin", yakni terlihatnya Allah yang Maha Haq di dalam hati para shiddiqin (orang-orang yang tingkat keimanannya setaraf dengan Abu Bakar Shiddiq). Adapun kalimat "wa rahmatan li al-muminin" memberi dalil akan tercapainya kesempurnaan yang paling tinggi yaitu marifat, bahwa seseorang telah meraih "tajalla anwar al-uluhiyah" (terpancarnya cahaya ketuhanan) yang abadi. Dengan "al-anwar al-uluhiyah" ini seseorang dapat memiliki pengaruh positif terhadap mumin lainnya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Abu Bakar al-Makky punya pendapat yang intinya, bahwa jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya ketiga hal syariat, thariqat dan haqiqat. Ketiga hal ini tidak boleh terlewatkan salah satunya, akan tetapi haruslah lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar menggambarkan ketiga hal itu dengan pendapatnya yang lain:

Syariat itu seperti sebuah perahu, sedangkan thariqat adalah lautan, sementara haqiqat adalah mutiara yang terendam di dasar laut".

Adapun tasawuf (sufisme) oleh banyak ulama masih diperdebatkan definisinya dengan seribu pendapat. Salah satu definisi tersebut adalah seperti yang dikemukakan Abu Zakariya al-Anshari:

"Suatu sikap memurnikan hati di hadapan Allah dan memandang remeh atau rendah terhadap selain Allah".

Sehingga dengan definisi ini dapat diambil pengertian, tasawuf adalah refleksi perasaan ketuhanan yang sangat tinggi, agung dan suci terhadap segala pelaksannan ketiga (atau keempat) hal di atas.

***

Abad XXI sering dilukiskan sebagai suatu masa yang berperadaban tinggi. Orang tak lagi membicarakan atau merisaukan hal-hal yang masih bersifat permulaan atau masih mentah. Kecenderungan-kocenderungan yang ada hanyalah dominasi sikap ingin serba praktis, mengenakkan dan lebih mudah. Hal ini jelas tersiasati dari hasil-hasil produksi teknologi mutakhir yang mampu membikin manusia sebagai makhluk "serba manja".

Bersamaan dengan itu, persaingan masalah-masalah sosial dan pelaku-pelaku sosial itu sendiri, muncul sebagai efek lain dari modernitas zaman. Gesekan demi gesekan yang timbul dari berjalannya kepentingan masing-masing individu tanpa diimbangi dengan nilai-nilai spiritual, akan meninggalkan keresahan-keresahan tersendiri. Pola-pola perilaku dan sikap hidup serta pandangan yang individualistis akan menempatkan manusia pada titik-titik jenuh kehidupan komunitas kolektif, sehingga pada gilirannya manusia justru acuh tak acuh terhadap lingkungannya sendiri.

Titik-titik jenuh itulah yang kemudian membuat orang cenderung lari mencari. "dunia lain" yang lebih menjanjikan kedamaian dan ketenteraman. Maka agama pun agaknya menjadi alternatif paling tepat untuk mengubah keresahan tersebut, meskipun demikian hal itu tidak bisa dipahami sebagai suatu justifikasi tentang adanya asumsi bahwa agama adalah kompensasi kejenuhan-kejenuhan modernitas zaman.

Komponen sufisme seperti zuhud, khalwah dan uzlah ternyata dalam banyak kasus di belantara zaman modern ini, masih saja tidak kehilangan relevansinya sama sekali. Zuhud oleh para ulama didefinisikan sebagai sikap meninggalkan ketergantungan hati pada harta benda (materi), meskipun tidak berarti antipati terhadapnya. Seorancg zahid bisa saja mempunyai kekayaan yang berlimpah, akan tetapi tidak kumanthil di dalam hati.

Begitu juga uzlah yang oleh Abu Bakar didefinisikan sebagai, "al-tafarrud an al-khalq" (memisahkan diri dari makhluk lain). Sikap ini terhitung sangat dianjurkan untuk diamalkan, ketika zaman dilanda pergeseran nilai-nilai Islam dan segala aturan normatifnya. Ketika seseorang khawatir terhadap fitnah yang akan menyebabkan kehidupan keagamannnya berkurang intensitasnya, uzlah adalah salah satu sikap yang dapat menjawab tantangan itu.

Akan tetapi, apabila segala kekhawatiran tersebut tidak terlalu memprihatinkan, zuhud justru dipraktikkan dengan berkumpul dan bermasyarakat sebagaimana lazimnya, untuk `amar maruf nahi munkar. Lebih jauh lagi, para ulama sepakat, zuhud atau uzlah dapat dilaksanakan hanya sekadar dengan hati dan perasaan, sehingga meskipun seseorang -misalnya- sedang berada di tengah keramaian sebuah pasar, akan tetapi dalam hatinya ia merasa menyendiri untuk mencari Tuhannya.

***

SUFISME memandang dunia ini sebagai sebuah jembatan yang harus dilalui untuk menuju akhirat. Dalam ajaran sufisme ditemui adanya anjuran-anjuran untuk mempertinggi etos kerja. Seseorang yang mendalami tasawuf juga diperintahkan untuk bekerja mencari penghasilan bagi kehidupan sehari-harinya. Seseorang sama sekali tidak diperkenankan berpasrah diri dan tawakal kepada Allah SWT, sembari rajin mengerjakan shalat sunnah dan banyak berzikir, sebelum ia memenubi kewajiban-kewajibannya sebagai -misalnya- seorang kepala rumah tangga, mencari nafkah.

Akan tetapi kaum sufi lebih memandang dunia laksana api di mana mereka dapat memanfaatkan sebatas kebutuhan, sembari tetap waspada akan bahaya percikan bunga api yang suatu saat akan membakar hangus semuanya. Dalam hal ini mereka berkata:

"Apabila harta benda dikumpulkan, maka haruslah untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi, dan bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan".

Lebih jauh, Syekh Abdul Qadir Jaelani berkata: "Semua harta benda dunia adalah battu ujian yang membuat banyak manusia gagal dan celaka, sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah, kecuali jika pengumpulannya dengan niat yang baik untuk akherat. Maka bila dalam pentasharufannya telah memiliki tujuan yang baik, harta dunia iu pun akan menjadi harta akherat."

Dengan demikian, sufisme serta segala komponen ajarannya merupakan pengendali moral manusia. Keseluruhan konsep yang ditawarkan sufisme seperti zuhud akan dapat mengurangi kecenderungan pola hidup konsumtifisme dan individualisme yang semakin menggejala di tengah dunia modern. Sufisme dan Islam pada skala yang lebih luas, adalah bentuk tata aturan normatif yang menjanjikan kedamaian dan ketenteraman. Sehingga ketika zaman menghadirkan keresahan-keresahan, seseorang dapat saja menjadikan sufisme atau tasawuf sebagai kompensasi positif. Yang jelas, sufisme adalah suatu ajaran yang lebih banyak berimplikasi langsung dengan hati, jiwa dan perasaan, sehingga ia bukan hadir sebagai trend, mode dan semacamnya.

?

*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS)

?

?

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah AlaSantri, Internasional, Fragmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 15 Agustus 2015

PBNU Kutuk Teror Bom di Prancis

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengutuk keras teror yang terjadi di Prancis pada Jumat, 13 November 2015 atau Sabtu dini hari WIB. Aksi teror yang terjadi di beberapa tempat secara berantai tersebut, mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia dan luka-luka.

PBNU Kutuk Teror Bom di Prancis (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU Kutuk Teror Bom di Prancis (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU Kutuk Teror Bom di Prancis

“Apa pun bentuknya, kekerasaan tidak bisa dibenarkan,” tegas Sekretaris Jenderal PBNU H. A. Helmy Faishal Zaini menyatakan ketika dihubungi Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait aksi tersebut, Sabtu malam (14/11).

Kekerasan, kata dia, tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan menimbulkan masalah baru serta korban jiwa. “Menyelesaikan masalah dengan kekerasan tidak akan pernah ada habisnya,” katanya.  

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia meminta kepada aparat keamanan di Indonesia untuk bersiaga supaya hal itu tidak terjadi di Indonesia. Sementara kepada masyarakat ia mengimbau untuk merepatkan barisan dan tidak mudah terpancing.

“Kepada warga masyarakat, khususnya warga NU, supaya mengedepakan dialog dalam menyelesaikan masalah,” tambahnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurut dia, kekerasaan di Prancis seperti ada benangnya dengan Indonesia. Kasus Tolikara dan Singkil adalah contohnya. “Mengedepankan budaya kebersamaan adalah modal kita untuk menghadapi krisis seperti itu,” pungkasnya. (Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 05 Agustus 2015

Lembaga Pangan Dunia Sinergi dengan PBNU Lakukan Ketahanan Pangan

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga Pangan Dunia bentukan PBB, World Food Programme (WPF) melakukan sinergi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, khususnya di Indonesia. Diskusi yang sekaligus penekenan nota kesepahaman (MoU) tersebut berlangsung di Gedung PBNU Jakarta, Senin (21/18).?

Lembaga Pangan Dunia Sinergi dengan PBNU Lakukan Ketahanan Pangan (Sumber Gambar : Nu Online)
Lembaga Pangan Dunia Sinergi dengan PBNU Lakukan Ketahanan Pangan (Sumber Gambar : Nu Online)

Lembaga Pangan Dunia Sinergi dengan PBNU Lakukan Ketahanan Pangan

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kepada Kepala Perwakilan dan Direktur WPF Anthea Webb menjelaskan bahwa NU bukan hanya organisasi Islam terbesar di dunia, tetapi juga organisasi yang bergerak di segala bidang.

Kang Said juga menjelaskan, di Indonesia masih masyarakat yang berada dalam garis ketidakmampuan secara ekonomi, baik dalam persoalan pangan, pemenuhan kebutuhan gizi, dan lain-lain.

“Sinergi ini penting, karena masih banyak persoalan yang harus diselesaikan oleh NU sebagai organisasi sosial kegamaan,” ujar Kang Said.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tak persoalan sosial, lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini, NU juga terus berupaya menebarkan Islam moderat, ramah, dan damai ke seluruh dunia. Sehingga menurutnya, bencana kemanusiaan yang ditimbulkan, baik oleh persoalan sosial dan terorisme global dapat teratasi.

Sementara itu, Anthea Webb menerangkan bahwa pihaknya membutuhkan NU yang jelas perannya dan nyata mempunyai warga di akar rumput sehingga program ketahanan pangan bisa berjalan maksimal.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“WPF telah berdiri sejak 1963 dan pertama kali bekerja untuk Indonesia tahun 1964 dalam bencana Gunung Agung di Bali telah melakukan gerakan pencegahan kelaparan di banyak negara seperti Suriah, Irak, yaman, Palestina, dan Nigeria,” ujar Anthea Webb.

Lembaga yang berbasis di Kota Roma, Italia itu juga bergerak dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak-anak di seluruh dunia. Dia pun meminta kepada NU untuk bekerja sama dalam pencegahan bencana alam yang selama ini nyata-nyata berdampak pada munculnya bencana kemanusiaan. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Syariah, Meme Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Program Pengurus Baru PMII Subang, Tangkal Radikalisme

Subang, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Toto Taufiq Munajat terpilih menjadi Ketua Umum terpilih Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Subang masa khidmat 2016-2017. Terpilihnya Toto tertuang dalam hasil sidang Konferensi Cabang (Konfercab) ke-12 PMII Cabang Kabupaten Subang yang dilaksanakan di Auditorium MTs Darul Maarif, Pamanukan, Subang, Ahad (17/1/2016).

Dalam sidang tersebut, Toto terpilih secara aklamasi setelah mengantongi seluruh suara di sidang Konfercab, yakni empat suara Pengurus Komisariat (PK) di Kabupaten Subang, diantaranya Komisariat Universitas Subang, STAI Miftahul Huda Subang, STKIP/STMIK Subang, dan STIE Miftahul Huda Subang.

Program Pengurus Baru PMII Subang, Tangkal Radikalisme (Sumber Gambar : Nu Online)
Program Pengurus Baru PMII Subang, Tangkal Radikalisme (Sumber Gambar : Nu Online)

Program Pengurus Baru PMII Subang, Tangkal Radikalisme

Toto menggantikan Ketua Umum PMII Subang sebelumnya, Abdun Nasir yang dalam pandangan umum Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) nya ? diterima oleh forum.?

"Kedepan, PMII akan menjadi organisasi ekstra kampus yang betul-betul mengedepankan azas keadilan, kesetaraan dan mendorong pemerintah dalam pembangunan di daerah dengan kritis transformatif," ujar Toto dalam sambutannya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dikatakan, selama periode satu tahun kedepan, pihaknya akan fokus membenahi program-program PMII sebagai organisasi kaderisasi tersebut. "Termasuk akan terlibat secara langsung baik dalam isu lokal maupun nasional," katanya.

Dirinya juga menekankan kepada jajaran kepengurusan ke depan agar bisa merealisasikan program kerja yang belum terlaksana dan menggagas program kerja yang akan disiapkan selama satu tahun kedepan, terutama soal pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat ihwal pentingnya menjaga nilai-nilai pancasila dan NKRI.

"Apalagi, Kabupaten Subang kini menjadi sorotan terkait keberadaan teroris yang cenderung berkedok agama. Ternyata salah satu pelaku teroris itu ada yang berasal dari Kabupaten Subang. Ini menjadi tugas utama kita dalam memberikan pemahaman Islam Rahmatan Lilaalamien kepada masyarakat," katanya.

Terkait dengan keberadaan teroris tersebut, Toto menegaskan kedepan akan bekerjasama dengan seluruh elemen masyarakat terutama dengan unsur pimpinan daerah guna menangkal aksi radikalisme yang menjadi ancaman bersama itu.

"Walau bagaimanapun juga, kekerasan atas nama agama itu tidak dibenarkan. Karena, pada prinsipnya agama justru memberikan kedamaian, ketentraman, dan keselamatan untuk sekalian alam. Jadi, masyarakat dalam hal ini harus diberikan pemahaman terkait dengan aksi radikalisme itu jangan sekali-kali membawa simbol-simbol agama," pungkasnya. (Ade Mahmudin/Fathoni)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Halaqoh, Pondok Pesantren, Kajian Sunnah Pimpinan Pusat Muhammadiyah