Jumat, 29 Januari 2016

Bawa Misi NU Hingga Berulang Tahun di Australia

Mungkin masih ingat program Safari Ramadan yang pernah populer pada masa Orde Baru (Orba). Saat itu, salah seorang ketua partai pemerintah berkunjung ke pesantren-pesantren pada bulan Ramadan, tidak untuk berdakwah, tapi untuk melakukan kampanye terselubung.

Berbeda dengan Safari Ramadan yang diinisiasi pertama kali oleh Orba itu, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-New Zealand (ANZ) mengundang KH Tolchah Hasan ke Australia untuk melakukan safari dakwah di beberapa negara bagian di Australia meliputi Brisbane, Canberra, Melbourne, Adelaide, dan Perth.

Salah satu misi dari acara ini adalah untuk memperkenalkan sikap keberagamaan yang tasawuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazun (berimbang) yang menjadi konsen utama NU selama ini. Untuk tujuan tersebut, PCINU ANZ menilai, Wakil Rais Syuriah PBNU ini adalah orang yang tepat untuk menjalankan misi tersebut.

Bawa Misi NU Hingga Berulang Tahun di Australia (Sumber Gambar : Nu Online)
Bawa Misi NU Hingga Berulang Tahun di Australia (Sumber Gambar : Nu Online)

Bawa Misi NU Hingga Berulang Tahun di Australia

Diawali di Brisbane, Kiai Tolchah—begitu ia akrab disapa—sempat memberikan ceramah di dua tempat. Ceramah pertama dilakukan secara internal, bertempat di kediaman Ketua Syuriah PCINU ANZ, dan yang kedua dilakukan untuk forum terbuka yang menyedot tidak kurang dari ratusan hadirin.

Tampak hadir dalam acara itu Associate Professor Julia D Howell, ahli tasawuf dan terekat Indonesia dari Universitas Griffith. Setelah acara, Indonesianis yang pernah meneliti Urban Sufism ini memberi selamat kepada Kiai Tolchah dan minta difoto bersama.

Tur berikutnya adalah di Ibu Kota Australia Canberra. Di kota yang berpenduduk tidak kurang dari 500 ribu orang ini, Kiai Tolhah memberikan paparannya di hadapan masyarakat muslim Indonesia dalam acara yang bertajuk perayaan nuzulul Qur’an.

Masih seputar Islam yang toleran dan rahmatan lil alamin, ia menekankan bahwa penafsiran seseorang terhadap agama tidak akan sampai pada kebenaran absolut. Sebaliknya, terdapat kemungkinan salah dari penafsiran itu. “Karena itu kita harus pandai-pandai membedakan mana penafsiran terhadap agama dan mana agama itu sendiri, sehingga kita bisa lebih toleran terhadap perbedaan,” terang Kiai Tolchah.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Acara yang berlangsung di Balai Kartini, KBRI di Canberra itu dimeriahkan dengan pementasan grup musik hadrah. Grup musik yang diawaki sebagian besar ibu-ibu warga NU ini menarik perhatian para pengunjung. Diiringi dengan gabungan musik piano dan hadrah, sebagai lagu adalah shalawat badar yang cukup pepoler di kalangan nahdliyyin (sebutan untuk warga NU). Para penonton tampak antusias, terutama pada saat dilantunkan lagu nasyid gubahan Abu Nawas yang diiring piano tunggal salah seorang mahasiswi Pascasarjana ANU.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kedatangan mantan Mentri Agama di era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini ke negeri Kangguru terasa istimewa karena bersamaan dengan hari ulang tahunnya yang ke-70 pada tanggal 10-Oktober. “Selama ini seluruh benua di dunia yang belum pernah saya kunjungi justru benua Australia yang berdekatan dengan Indonesia,” tutur pendiri SD Islam favorit Sabilillah, Malang, Jawa Timur itu.

Sebagai hadiah ulang tahun, para pengurus PCINU ANZ di Brisbane, mengajak Kiai Tolchah berkeliling kota dengan bus khusus yang bisa berjalan di darat dan di sungai. (Arif Zamhari)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 17 Januari 2016

Rebut Kembali Masjid Nahdliyyin, LDNU Kumpulkan Majelis Ta’lim se-Jabotabek

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Nahdlatul Ulama (NU) merasa khawatir dengan nasib masjid-masjid milik warga nahdliyyin (sebutan untuk warga NU) diambilalih oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam. Oleh karenanya, Pengurus Pusat (PP) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) berinisiatif melakukan gerakan nyata untuk merebut kembali masjid-masjid milik warga nahdliyyin itu, dengan mengumpulkan para pemimpin majelis ta’lim se-Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi)

“Tanggal 30 (Agustus, red) nanti kita akan kumpulkan ketua-ketua majelis ta’lim se-Jabotabek. Kita harus rebut kembali masjid-masjid yang sudah dikuasai orang (kelompok, red) lain itu,” kata Ketua Umum PP LDNU KH Nuril Huda kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (24/8).

Seperti diberitakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah beberapa waktu lalu, Ketua PBNU KH Masdar F Mas’udi mengungkapkan, sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam telah serampangan mengambilalih masjid-masjid milik warga nahdliyyin dengan alasan syarat ajaran bid’ah dan beraliran sesat. Pengambilalihan yang dimaksud berbentuk penggantian para takmir masjid yang selama ini diisi oleh warga nahdliiyin. Demikian juga dengan tradisi-tradisi ritual keagamaan khas NU pun diganti.

Rebut Kembali Masjid Nahdliyyin, LDNU Kumpulkan Majelis Ta’lim se-Jabotabek (Sumber Gambar : Nu Online)
Rebut Kembali Masjid Nahdliyyin, LDNU Kumpulkan Majelis Ta’lim se-Jabotabek (Sumber Gambar : Nu Online)

Rebut Kembali Masjid Nahdliyyin, LDNU Kumpulkan Majelis Ta’lim se-Jabotabek

Kegiatan yang merupakan hasil kerja sama PP LDNU dengan PP Muslimat NU itu, kata Kiai Nuril—demikian panggilan akrabnya—, dilaksanakan setiap akhir bulan. Dalam pertemuan itu, para pemimpin majelis ta’lim tersebut diberikan pemahaman yang menyeluruh tentang paham Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja).

Menurut Kiai Nuril, pemahaman tentang Aswaja yang benar dirasa sangat penting guna menghadapi gerakan-gerakan kelompok-kelompok yang telah mengambilalih masjid-masjid NU. Pasalnya, secara umum para pemimpin majelis ta’lim itu belum memahami sepenuhnya ajaran Aswaja tersebut.

Selain itu, Kiai Nuril menambahkan, tidak sedikit pula bermunculan ajaran yang mengatasnamakan Ahlussunnah, namun yang dimaksud bukanlah Aswaja. “Sekarang kan banyak sekali aliran yang mengaku Ahlussunnah, tapi sebetulnya bukan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ahlussunnah saja, beda dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Makanya, majelis ta’lim ini harus diberi pemahaman agar bisa membedakan antara Ahlussunnah saja, dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah,” terangnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Bedanya, kalau Ahlussunnah saja, itu hanya mengikuti ajaran dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Tapi kalau Ahlussunnah Wal Jama’ah, mengikuti ajaran dan perilaku nabi sekaligus juga para Khulafaur Rosyidin (kholifah empat; Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib, red),” imbuh Kiai Nuril.

Disadari Kiai Nuril, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang berpaham Aswaja, NU merasa perlu untuk segera melakukan gerakan-gerakan nyata dalam rangka penyelamatan terhadap paham yang sudah diyakini kebenarannya selama ini. Jika tidak, katanya, tidak ada jaminan dalam waktu sepuluh tahun mendatang ajaran moderat yang terkandung dalam Aswaja akan hilang dan tergantikan oleh paham yang lain.

Diungkapkan Kiai Nuril, pada pertemuan pertama dan kedua yang diikuti 162 ketua majelis ta’lim se-Jabotabek itu, responnya cukup positif atas kegiatan tersebut. Dalam pertemuan tersebut, katanya, sekaligus terungkap bahwa sebagian besar pimpinan majelis ta’lim belum mengerti sepenuhnya paham Aswaja sebagaiamana diterapkan NU selama ini.

“Ibaratnya, kita akan berikan pencerahan kepada para majelis ta’lim itu tentang ajaran Aswaja yang benar dan menyeluruh. Biar mereka juga bisa membedakan antara paham Ahlussunnah saja dengan Ahlussunnah yang ada Wal Jama’ah-nya,” tandas Kiai Nuril.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kegiatan tersebut, kata Kiai Nuril merupakan awalan. Selanjutnya, pihaknya akan memperluas wilayah garapan dari kegiatan tersebut hingga ke daerah-daerah, terutama daerah di luar Jawa. Karena, ungkapnya, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di wilayah Jabotabek saja, melainkan seluruh Indonesia.

Untuk pertemuan mendatang (30 Agustus), tutur Kiai Nuril, pihaknya telah mengundang seorang tokoh muslimah asal Amerika Serikat untuk menjadi penceramah, yakni Mrs Tiye Mulazim. Menurutnya, Mrs Tiye Mulazim juga seorang muslimah yang berpaham Aswaja. (rif)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Ulama Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 16 Januari 2016

Sewindu Satu Cinta (Chapter I)

Oleh: Muhammad A Idris



Cinta yang pernah aku pilih adalah keputusan terpenting di setiap episode perjalanan hidupku. Menjadi dewasa atau tidak kadar kelelakianku dipengaruhi oleh seberapa besar perhatian yang kutumpahkan terhadap makhluk yang bernama cinta. Maka kukabarkan pada setiap lelaki serta perempuan bernyawa, jangan pernah engkau sesali apalagi berduka tak berkesudahan lantaran kesedihan bertubi-tubi datang. Lantas memutuskan untuk hidup? sendiri, ngejomblo dengan menunda rahmat Allah yang bernama cinta.

Sewindu Satu Cinta (Chapter I) (Sumber Gambar : Nu Online)
Sewindu Satu Cinta (Chapter I) (Sumber Gambar : Nu Online)

Sewindu Satu Cinta (Chapter I)

Ok, fine…, setiap kalian bolehlah antipati dengan kasmaran apalagi sampai terjatuh di kubangan cinta. Jangan sesekali terbesit untuk menyalahkannya, meski engkau mengenalnya dengan luka. Siapa tahu Allah sedang mengajakmu mengolah rasa, mengenal bahagia dengan jalur patah hati, cinta bertepuk sebelah tangan alias tak berbalas. Aku pun sempat dibuatnya pasrah. Kututup rapat-rapat setiap celah yang berpotensi mengundang kangen akan wanita, macam paspampres mengawal Pak Presiden; ketat dan sadis. Sampai kapan kudzolimi sunnatullah? Inkar bi ni’mah? Semakin menjauh, semakin jelas butuh tempat meneduh. ?

“Mas..bangun dong, sudah siang ini. Jangan biasakan shubuhmu? kesiangan!”

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Mas Dot,… bangun..! anak lelaki tunggal hobinya kesiangan, mau jadi apa kelak nanti?!”

Nada tinggi inilah membuatku semakin sayang terhadapnya. Kulempar selimut, matikan AC, bergegas ke kamar mandi. Kalau tak segera? beranjak, dinginnya AC campur lembut selimut kompaklah sudah. Siapa saja di di dekatnya akan terus berlayar di dunia mimpi alias molor tak berkesudahan. Pantas ibu marah, jam di handphoneku menunjukkan pukul lima tiga puluh. Sambil menahan kantuk subuhan kulaksanakan. Baru salam terakhir, teriakan dari dapur menyambar lagi sekaligus memastikan anaknya benar-benar bangun.

“Bagaimana kabar Marcel?“

“Baik, Bu, kayaknya mau liburan kuliah. Habis ujian semester kayaknya.”

“Kapan kalian terakhir ketemu?“

“Lusa lalu juga ketemu. Bu.. Ayam baru selesai berkokok, anak orang ditanya terus. Aku apa Marcel sih anaknya Ibu?”

“Hush…..jangan cemburu kamu,” tandas ibuku.

“Sini bantu Ibumu menyiapkan sarapan. Hari ini antar bekal buat Marcel apa tidak? Biar sekalian banyak masaknya.”

“Masuk siang dia, kan habis ujian semester. Jadi libur deh jadi penghantar cinta hahahaha.”

“Masih kecil ko cinta-cintaan, nanti sesudah kantongi titel sarjana dan sukses bekerja bolehlah bicara cinta.”

Sambil memegang talenan kurangkul pundak ibu, lalu? kucium pipinya. Itu ritual di pagi hari, memasak bersama adalah momentum quality time. Jelek-jelek aku jago memasak, maklum bakat keturunan dari ayahku. Beliau jam segini biasanya perjalanan pulang dari hotel tempatnya bekerja. Kepala chef di restoran hotel berbintang jadi kebanggaan ayah dan keluarga besarnya. Kedua pamanku juga jadi juru masak yang sama. Jadi wajar jika ponakannya berbakat melanjutkan, setidaknya membantu ibu serta calon ibunya anak-anak kelak.

Hari ini begitu cerah bergairah. Seakan langit-langit Allah mengajak bicara denganku. Apa berkat memasak bareng ibu? atau perasaanku saja, lantaran pagi-pagi sudah membincangkan marcel. Teduh rindang seolah hari ini adalah waktu yang sengaja disediakan Allah untuk menghiburku.

Perjalanan ke sekolah nampak agak berbeda, visioner penuh percaya diri. Entah gejala apa ini, membingungkan. Sarapan nampak biasa saja, tak ada yang istimewa. Tahu tempe goreng beserta sambal kentang menu andalannya.Hampir seminggu mendung merundung. Gerimis sesekali? hujan? bercampur angin kencang cukup intens menemani. Tapi sudahlah, bagiku sama saja. Hujan atau tidak yang terpenting perut kenyang sampai sekolah pun tak terlambat.

***

Kring….Kring…..Kring…, bel sekolah tanda jam ekstrakurikuler selesai.? Sore ini cukup padat kegiatan; Pramuka, PMR, marchingband pokoknya banyak. Kebetulan? aku jadi? senior aktivis keagamaan sekolah. Jabatanku cukup keren, ketua bidang Imtaq OSIS. Lumayan sibuk untuk anak seumuranku.

Kutarik gas motor sekencang-kencangnya, bergegas agar tak terlambat menjemput Marcel. Cara naik motorku Tidak kalah seru dengan pembalap Rossi asal Itali. Rutinitas sakral ini bukti dorongan cinta, tak peduli? nyawa? taruhannya. Serasa sempit jalanan Jakarta, menyelinap di sela –sela mobil, belumlah angkot dan bajai ikut andil. Demi kamu, demi waktu yang menunggu. Demi Allah aku benar-benar dimabuk kepayang oleh gadis rantau campuran Sumatra-Kalimantan. Sepanjang perjalanan, rapalan ini bergumam? ? ? ? ? ? seperti mau setoran vocabulary atau mufrodat dengan santri senior.

Separuh lebih dari seminggu, sore ini kuhabiskan untuknya. Ini bukan soal falling in love, sehingga amat rajin aku nampakkan kebaikanku. Semata-mata harga diri seorang lelaki di hadapan wanita. Berbunga bunga rasa hati ini, ingin segera aku berjumpa dengannya. Sesekali menyusun beberapa kata, agar saat bertemu nanti nampak lebih siap. Ekspresi wajah, tatapan mata, sudah aku latih sedemikian rupa.

Biasanya butuh waktu tiga puluh sampai empat puluh menit sampai? Kampusnya. Kami punya tempat favorit untuk saling menunggu. Ya.., minimarket dekat kampus jadi saksi seserius apa hubungan kami.

Seminggu empat kali aku menjemputnya. Ia termasuk tipe yang asyik jadi teman curhat sekaligus berbagi pandang yang menenangkan. Meski sudah tiga tahun, kami belum resmi berpacaran. Aku belum pernah menyatakan cinta, apalagi i love you. Pada waktu itu memang belum begitu penting ekspresi yang begitu ekspresif, perbedaan usialah yang menjadi kendala hubungan ini. Ingin sekali aku nampak lebih dewasa, tetapi selalu saja gagal lantaran tutur kata lembut serta humble pergaulannya….

Kini aku bergaul dengan mahasiswibroadcasting di salah satu universitas swasta di Jakarta. Maklum sejak satu sekolah hobinya pegang kamera serta menulis cerita drama. Mantan ketua teater sekolah tepatnya. Sejak pertama kali masuk sekolah, ia menjadi mentor di orientasi siswa. Marcel satu tahun lebih tua, kakak kelas sekaligus tetangga? komplek. Seringnya berjumpa saat pergi sekolah, jadi motivasi tersendiri.Terutama saat Ramadhan, bermain dan saling sapa sebelum jama’ah terawih dimulai jadi bagian adegan tak terlupkan sepanjang aku bergaul dengannya.

Ibunya tergolong cuek dan tak terlalu ekspresif mengurus anak. Suaminya pergi tanpa kabar, pamitnya kerja tapi uang bulanan pun tak kunjung datang. Untung saja aku lelaki pertama selain ayah. Tentu tak terlalu sulit menunjukkan sisi ngemong. Dua minggu sekali kukirim bahan pokok kerumahnya. Kubeli dengan uang tabungan, tapi lebih sering dari sisa uang belanja bulanan ibu. Setidaknya rutinitas ini membuat sikapku lebih siap menjadi pemimpin, setidaknya di hadapan Marcel. Meski baru delapan belas tahun, namun fantasi bepikirku seakan siap menjadi lelaki sempurna di matanya.

***

Tak kurang dari seratus meter, aku sudah bisa memandang wajah terhijab. Baru setahun ia memutuskan berhijab, persis di ulang tahunnya yang ke sembilan belas. Meski tergolong baru mengenakan, ia termasuk orang yang cukup bertanggung jawab atas pilihannya. Perlahan gaya berpakainnya menyesuaikan dengan apa artinya berhijab. “Be confident with hijab” itu yang selalu ia katakan pada temen temennya.

“Asssalamu’alaikum, Marcel,” sapaku.

“Wassalamu’alaikum, Dot,” jawabnya.

“Sudah lama menunggu ya..? Maaf jalan macet banget. Lima belas menit lebih awal aku jalan, berharap menunggu ketimbang ditunggu. Ada demo buruh di ujung perempatan depan.”

“Ngak apa-apa, sesekali biarlah aku yang menunggu. Toh selama ini kamu yang selalu menunggu,” tegasnya.

“Iya sih, tapi aku menginginkannya. Dengan menunggumu spiritualku tergarap, sabar dan sabar perkuat harapan. Persis seperti kamu memutuskan untuk berhijab,” jawabku.? ? ? Sesekali harus mendayu, sebab anak sastra lawan bicaranya.

“Ah..bisa aja kamu. Oh ya.., kita mau langsung pulang atau makan? Laper banget, seharian cuma ngemil di kelas. Mendadak ada ujian susulan.”

“Boleh….lapar juga soalnya. Ayo kita ke warung favorit; pecak lele Bang Saleh.”

Sepanjang jalan aku tak banyak bicara, cukup sesekali saja. Bertanya tentang kuliah dan kabar ibunya. Keluarga kami cukup akrab, tak heran jika kedekatanku dengan Marcel sudah terpantau. Marcel anak semata wayang, sedangkan aku lelaki pertama dari tiga saudara.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Laa ilaaha illallah….”

Magrib pun tiba, persis setelah kuparkir motor di warung favorit kami. Menunya menggairahkan, pedas dan segar. Mushallanya nyaman untuk shalat sembari? menunggu pesanan. Kami pesan pecak lele dua porsi dan jeruk hangat. Finally, aku belajar mengimaminya. Meski sebatas shalat, cukup bagiku untuk menunjukkan padanya kalau mahfudot layak menjadi imam hidupnya.

Kebetulan warung makan belum begitu ramai pengunjung, jadi mushalla kecil itu bisa? kami gunakan berjamaah. Untung saja sempat ngaji di Jawa Timur tepatnya masuk pesantren saat SMP. Berbekal hafalan ayat-ayat pendek, cukup bagiku untuk jadi imam shalat serta mengajari anak-anakku kelak. Sengaja kupilih surat Al-Ikhlas dan Al-Fil untuk rakaat pertama dan kedua, sembari berharap fadhilah dari ayat ayat yang terucap.

Meja pojokan tepi jalan selalu kami pilih selagi kosong pengunjung. Tak ada maksud lain, hanya untuk mempermudah ingatan serta menumpuk kenangan. Di usia kami terkadang butuh banyak bantuan simbolik untuk saling mengenang.

Pecak lele pun datang, rempah-rempah tak beraturan, nampak kasar dan sedikit kuah jadi ciri khasnya. Marcel nampaknya sudah tak sabar, lahap sekali makannya. Benar-benar lapar, syukurlah segera teratasi. Mahasiswi yang cukup tekun dan selalu berprestasi saat sekolah. Sebagai juara tiga besar selalu ia dapatkan, semacam prestasi langgananlah. Hobi sastra, tak membuatnya memilih jurusan bahasa atau ilmu sosial. Ia adalah anak eksak yang menekuni ilmu fisika. Terlebih soal sistem kerja cahaya, ia jatuh cinta dengan eksistensi matahari. Memancarkan sinar, saling memantul, terpantul pada rembulan. Meski sebagian besar manusia tersihir oleh indahnya rembulan purnama, lantas melupakan sumber cahanya matahari. Lumrah jika broadcasting ditekuninya, fotografi termasuk di dalamnya. Sebab fotografi adalah seni melukis cahaya. Cukup logis kan kalau dia ambil jurusan di kampusnya.

Kebahagiaan terpancar di wajahnya, tak peduli lantaran pecal lele atau karena makan malam denganku ia bahagia. Kegembiraan Marcel adalah kebahagiaanku juga. Cukup sudah aku memandangnya, senyum diwajahku pun tumpah tak terbendung. Hampir gila dibuatnya, tapi apa boleh buat di sinilah kenikmatan yang kutunggu. Tak banyak berbuat tapi berlimpah kesenangan.

Entah jin dari mana yang meracuni pikiranku, tiba-tiba aku terbesit ingin mengungkapkan cinta. Cinta yang sebenar-benarnya cinta. Padahal selama tiga tahun Allah mencukupkan hatiku untuk ikhlas, mengalir, menjalani rutinitas dengannya.

Ataukah ini yang namanya rahmat Allah? Mendadak datang sedikit memaksa. Tatapanku kosong, hati bergetar seakan ingin keluar berbibicara langsung dengan Marcel. Mungkin sudah tak sabar, lantaran terlalu lama bibir ini diam dalam sekam. Terlalu asyik dengan rutinitas, sampai lupa cinta yang berkualitas.

Tak sengaja menyaksikannya berwudlu, berbenah kerudung serta menengadahkan doa? adalah puncak ternikmat. Jadi tak ada alasan? apa pun untuk tidak mempertahankannya, memilihnya sekaligus bersyukur mengenalnya. Kerudung terselempang ke belakang dengan sisa air wudlu menempel di wajahnya seakan melekat dalam pikirku.

“Allah, Allah, Allah, engkau maha membolak balikkan hati. Bukankah aku cukup taat sebagai hamba? Kenapa engkau uji dengan pemandangan yang tak seharusnya aku lihat? Tidak gampang hidup di pinggiran kota besar bisa shalat magrib tepat waktu apalagi berjamaah perlu perjuangan keras.”

“Selama sekolah, berpuluh-puluh kali menyaksikannya tanpa kerudung. Aku pun biasa saja. Lantas apa bedanya? Inikah ujian dari sabarnya mencintai? Jangan-jangan hanya bisikan jin penunggu warung Bang Saleh saja? Atau bonus istiqomah kuantar jemput wanita tholabul ilmi; kuliah.”

Perang batin berkecamuk. Belum kutemukan jawabannya, Marcel menegurku.

“Dot…ko nggak makan? Katanya laper? Ntar kurus loh.”

“Ayo makan dong ? ulang dia.

“Siap….habis ini aku makan kok. Tenang aja pasti habis, kalau memungkinkan nambah nasi nanti.”

Meski tak lagi hangat, perlahan kusantap dengan penuh gundah. Andai saja paranormal di sini, pasti sudah terbaca dialektika tubuhku; akal pikiran, batin serta kesiapan mental berperang melawan waktu. Tak kalah heroik dengan perang Badar saat? itu.

?

“Dot aku ke belakang dulu ya,” pamit Marcel.

Kupercepat santapanku, sambil memandang jauh peristiwa yang menggetarkan tadi. Ya…sisa air wudlu diwajahnya adalah bulir penampungan doa. Ainul yaqin; huruf demi huruf surat Al-Ikhlas dan Al-Fill yang aku baca tadi pasti turut serta mengamininya. Wallahu alam

Ini sungguh bukan malam yang kurencanakan. Seperti lelaki pada umumnya, berminggu-minggu menyiapkan tempat, setting acara? agar nampak dramatis. Menghadirkan konflik atau ngambek beberapa hari sebelumnya agar tampil maksimal, romantis dan berkesan. Sewa grup musik, bunga, lilin atau butuh pertolongan simbolik lainnya jadi kebutuhan dasar menyatakan cinta. Boleh juga sih…, halal dan sah-sah saja. Bagiku.., bukan itu yang terpenting. Peristiwa getaran cinta itu yang kuinginkan; romantis tidaknya bukan disebabkan drama simbolik melainkan mutlak kemauannya Allah. Ini otoritasnya Allah, aku harus mengutarakannya. Perkara dia suka atau tidak kita lihat nanti.

Marcel sudah duduk di depanku sambil berbenah dan minum jeruk hangat. Suasana cukup santai, aku manfaatkan betul untuk menutupi grogi. Maklum sudah tahun ketiga baru mengungkapkan cinta.

“Marcel.., kalaupun aku jatuh di lubang hati yang salah, meskipun tertelungkup di biduk yang keras, itu pun juga bukan kesalahan melainkan ketidakberuntungan saja “we have to know my honey, we must be strong, insyaallah, Allah akan hadir dalam ta’aruf ini.”

“Maksudmu apa, Dot..?” sahutnya.

“Ini perasan sekaligus harapan,” imbuhku.

“Kamu jangan ngaco, ah.., malam ini tak selayaknya kamu rusak dengan obrolan beratmu itu. Aku sangat nyaman menjalani hubungan ini.”

“Aku tak pernah ngaco apalagi ngawur tentang perasan ini, tentang kita, about you. Aku juga tak mengerti kenapa harus berucap demikian. Sepanjang engkau mengunyah, atiku terkoyak lantaran getaran ini hadir. Sudah kutolak berulang kali, kuusir sejauh mungkin, namun semakin bergetar seakan protes kalau tak segera kusampaikan.”

Mendadak datang tanpa kabar. Mulanya aku tak percaya, tapi siapa yang bisa menolak kalau Allah sudah berkehendak.

“Apakah kamu tak merasakannya? Ini cinta…Marcel..! Love..! Mutlak otoritasnya Allah. Kapan dan dimana aku pun tak bisa mengelak. Tugasku adalah mengutarakan, menyampaikan yang Allah titipkan.” Sambil menahan cemas penuh keyakinan? aku menjelaskannya. Tawakal adalah kepastian, meski jantung ikut gemetar.

Ia nampak diam, khusyuk mendengarkan khotbah mahabbahku. Pandangan matanya mulai tak fokus, sesekali ia buang muka. Aku tahu ini adalah gaya standar bagi siapa saja yang sedang dirundung gelisah. Mulai tak nyaman rupanya, sama sepertiku. Tak terasa tisu satu gulungan di depanku habis. Kuusap-usap meja makan yang beralas taplak sponsor salah satu brand minuman, seakan genangan air tumpah ruah.

Belum sempat kami mengheningkan rasa, suara riuh pengamen yang mengecer budayanya sendiri datang. Gesekan rebab tak beraturan, pakaian kumel tak mencerminkan pelaku budaya. Seenaknya saja boneka bambu besar berbalut baju khas Betawi geal-geol seolah menari riang gembira. Aku tak keberatan soal ngamennya, itu hak setiap orang mencari nafkah. Tapi hati kecil ini belum terima saja, budaya yang luhur kini diecer di pinggiran jalan, seolah budaya asing yang baru dikenal warganya. Aku sangat keberatan. Bukan lantaran sedang bercemas muka , tapi sudah lama aku ingin protes. Meski dalam batin, setidaknya kubela kebudayaan itu.

“Dot.., aku rasa kita sudahi dulu perbincangan ini, terima kasih atas segalanya. Usiamu satu tahun lebih muda tetapi aku merasa nyaman. Kedewasaan yang kamu tunjukkan, bagiku cukup. Bukan hanya cinta yang kamu? hidupi, tetapi tentang kita seakan selalu hidup dan terus hidup.”

“Cinta belum menjadi kebutuhan. Perhatian yang aku inginkan,” tegas Marcel.

Bagai disambar petir tapi tak gosong saja bedanya. Di sinilah ujian terberat, emosi berkecamuk, marah, kesal sekaligus plong? rasanya. Ketakutan yang kusimpan selama ini? sudah? ? ? jelas jawabannya. Masih sanggupkah aku memandangnya? Memuja kebaikannya? Bersyukur mengenalnya ? Meski cinta tak ia butuhkan. Atau belum dibutuhkan, hiburku. Aku mencoba jadi pendengar yang baik, meski akal pikirku tak sanggup menerima.

“Keluargaku kamu urus. Dua minggu sekali kebutuhan dasar; gula, beras? sesekali mie instan beberapa bungkus. Namun untuk menjalani hubungan ini,? itu saja tak cukup. Dua tahun terakhir aku merasa ada yang salah komunikasi kita. Setiap pagi kamu bawakan bekal makan untuk kuliah. Jujur aku senang, seakan peran ayahku engkau gantikan. Di sisilain, perempuan macam apa aku? ini, urusan makan saja lelaki yang menyiapkan. Memang semenjak ayah meninggalkan kami lima belas tahun lalu, keteguhan ibuku mulai goyah untuk menghadapi kerasnya Jakarta”.

“Aku malu, Dot, malu…..”.

“Kenapa harus malu? Semua itu kulakukan atas dasar teman, tetangga? yang ujungnya cinta. Apa ada yang salah?” sahutku.

“Mau sampaikapan kau perpanjang budi baikmu? Sehingga aku pun lupa cara menghitungnya.”

Dialog cukup panjang dari Marcel. Tegas tapi tetap terpancar lemah lembut tutur katanya, meski klise berbungkus iba. Aku pun tak sanggup membantahnya. Perasaan campur aduk, shock campur bingung. Tapi harus bagaimana lagi, mau tak mau harus aku lalui. Memang tak gampang menahan perasaan sejauh ini, kupendam dalam-dalam agar tak saling melukai. Cemburu,was-was, saling marah tak beralasan, mendebatkan hal-hal remeh.Ya. … itulah kami. ?

“Begitu rapi, sistematis dan terukur jawabanmu. Tak akan kusesali aku jatuh dan terjatuh di kubangan cintamu, Marcel. Segeralah berkemas, lalu kuantarkan pulang sebagai bentuk belajar ikhlas mengenalmu.”

Tak ada pilihan, selain bersikap bijak. Telak lima kosong, seperti Real Madrid mempecundangi Granada di La Liga semalam. Tapi mencintai bukanlah pertaruhan untung rugi, kalah menang, melainkan siap bertaruh meski tak balik modal.

***

Sesampainya di rumah satu-satunya tempat yang kutuju adalah kamar mandi. Ingin segera kunyalakan kran air kemudian? duduk bersandar? di bawahnya. Maklum tak ada shower, sekejap air tandon hujan menguyur sekujur tubuh. Tarik napas dalam-dalam, keluarkan pelan-pelan. Kuulagi beberapa kali, konon ini meditasi termudah penghilang stres.

Apa yang salah dalam diriku, atau terlalu buru-buru? Andai sabar sedikit apakah Marcel menerimanya? Apa mungkin tubuhku yang gembul, membuatnya tak nyaman. Mungkin ia mulai malu dekat dengan lelaki brondong, sementara ia anak kampus dengan segudang lelaki di sekitarnya.

Tak ku sangka, malam ini adalah kali pertama menjadi lelaki tak bertuan. Tatapan mataku kosong, memucat wajahku, seakan tak menemukan gairah hidup. Jadi ini patah hati? Broken heart? Tercampak dari cinta yang tak lagi nampak? Semakin meracau tak karuan. Badan ini roboh di sofa kamar, memaksa tidur berharap esok segera datang. Mata terpejam, namun hati terhujam, pedih hati ini. Nampak rasional bagi pecundang cinta, jika minum obat nyamuk dianggap solusi mutakhir. Ah....masak sekonyol itu, kutukar nyawa dengan cinta minimarket.

“Bismikallahumma ahya wabismika amuut; kalau Allah saja berkehendak mematikan sekaligus membangkitkan hambanya di kala tertidur, mana mungkin sepenggal cinta tak mampu dihidupkannya.”

Amin...

Masjid Jamek, Kuala Lumpur-Malaysia 17, Desember 2016



Penulis saat ini ngabdi di Yayasan MataAir Jakarta mataair.or.id



Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hikmah, Pertandingan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 12 Januari 2016

PCNU Kabupaten Probolinggo Serap Aspirasi Warga

Probolinggo, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketua PCNU Kabupaten Probolinggo KH Abdul Hadi mengungkapkan bahwa selama ini seolah warga NU sudah tidak membutuhan NU lagi karena bagi mereka NU tidak mempunyai nilai tambah. Sehingga banyak warga NU yang sudah tidak peduli lagi dengan keberadaan NU.

PCNU Kabupaten Probolinggo Serap Aspirasi Warga (Sumber Gambar : Nu Online)
PCNU Kabupaten Probolinggo Serap Aspirasi Warga (Sumber Gambar : Nu Online)

PCNU Kabupaten Probolinggo Serap Aspirasi Warga

?

“Maka dari itu PCNU Kabupaten Probolinggo ini mengembalikan kepercayaan warga dengan cara turun ke tengah-tengah masyarakat untuk menyerap aspirasi dan masukan apa yang mereka inginkan dari NU. Di sisi lain kami juga mengharapkan kontribusi dari warga NU untuk membantu tugas-tugas NU ke depannya,” katanya.

Hal tersebut disampaikan oleh Kiai Abdul Hadi ketika melakukan kegiatan turun ke bawah (turba) ke Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Bantaran, Ahad (14/2).?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kegiatan yang dipusatkan di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Ulum Desa Kropak Kecamatan Bantaran ini diikuti oleh ratusan pengurus NU mulai dari tingkat MWC hingga Ranting NU.?

“Intinya kami mengadakan serap aspirasi dari kiai nonstruktural dan struktural NU di MWCNU Bantaran. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan jarak antara pengurus NU dan warganya. Sehingga keberadaan NU benar-benar dirasa nyata keberadaan dan program kerjanya oleh masyarakat,” jelasnya.

Kiai Abdul Hadi juga menyampaikan tentang pentingnya NU bagi warga Indonesia, kedaulatan NKRI yang terancam sampai dengan banyaknya masyarakat yang masuk pada organisasi lain yang tidak sefaham dengan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

“Hal ini dikarenakan minimnya pengurus yang ada di tingkat atasnya untuk turun ke bawah. Kami tidak ingin kejadian di daerah lain terjadi disini. Oleh karena itu kami terus membentengi warga dengan rutin turun ke bawah untuk sekedar menyapa dan menyerap aspirasi. Setidaknya mereka akan merasa selalu diperhatikan oleh NU,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut PCNU Kabupaten Probolinggo juga memberikan penghargaan kepada dua orang pengurus atas pengabdiannya selama ini kepada NU. Masing-masing dari unsur Syuriyah dan Tanfidziyah di Kecamatan Bantaran.?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pada kegiatan turba ini banyak aspirasi yang disampaikan oleh warga NU. Masalah yang disampaikan tidak hanya berkaitan dengan masalah ke-NU-an tetapi juga masalah yang ada dimasyarakat. Seperti keluhan agar disampaikan kepada Pemerintah Daerah tentang mahalnya tarif PDAM dan lain sebagainya.

Selain Kiai Abdul Hadi, kegiatan ini juga dihadiri oleh sejumlah pengurus PCNU Kabupaten Probolinggo. Diantaranya, jajaran Wakil Ketua Tanfidziyah H Hadi Prayitno dan Bambang Lasmono, Sekretaris Khairul Ishak dan Wakil Bendahara H Santoso. Kedatangan mereka disambut oleh Rais Syuriyah MWCNU Bantaran KH Nurchotim Bahar dan Ketua MWCNU Bantaran H Suparman Masykur. (Syamsul Akbar/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khutbah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 11 Januari 2016

Santri Lakukan Ini di Haul Masyayikh

Kudus, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berniat mendoakan masyayikh dan pendiri Madrasah Miftahul Falah, para santri dan alumni menggelar Khataman Al-Quran 1000 Juz di halaman Madrasah Miftahul Falah  Jumat (13/10).

Pengurus Madrasah Miftahul Falah, Abrori mengatakan kegiatan dipelopori Ikatan Mutakhorijin Miftahul Falah (Imam) sebagai wujud syukur dan terima kasih atas pendidikan yang selama ini diberikan para guru dan kiai di Miftahul Falah Cendono.

Santri Lakukan Ini di Haul Masyayikh (Sumber Gambar : Nu Online)
Santri Lakukan Ini di Haul Masyayikh (Sumber Gambar : Nu Online)

Santri Lakukan Ini di Haul Masyayikh

Koordinasi dan persiapan dilakukan secara matang dalam kegiatan yang melibatkan ribuan peserta, mulai siswa/siswi, guru, staf, pengurus dan alumni Miftahul Falah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.

"Khataman seribu juz ini maksudnya diikuti oleh ribuan peserta yang membaca juz-juz Al-Quran hingga khatam. Alhamdulillah dari ribuan peserta tadi bisa khusyuk dan semoga membawa berkah bagi kita semua," imbuh Abrori usai acara.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sambutan baik dan dukungan pengurus madrasah terhadap Imam, menurutnya akan menjadi kekuatan tambahan untuk mengambangkan kualitas dan kapasitas madrasah.

“Harapannya akan ada berbagai inovasi, pemikiran dan gerakan nyata dari anggota IMAM yang nantinya bermanfaat bagi umat,” kata Abrori.

Sementara itu, Ketua Ikatan Mutakhorijin Madrasah Miftahul Falah, M Thoat Muhtar menjelaskan Imam adalah sebuah wadah alumni Madrasah Miftahul Falah Cendono yang nantinya akan bergerak ke lingkup sosial dan pemberdayaan masyarakat. Tahun ini Imam resmi berdiri dan menaungi seluruh alumni mulai MI, MTs, MA dan SMK Miftahul Falah.

"Pada awalnya IMAM digagas para alumni MA NU Miftahul Falah mulai angkatan 1991 sampai 1995. Kemudian dikembangkan kepada lingkup yang lebih luas, yaitu seluruh angkatan dari semua tingkatan," jelasnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pembentukan Imam bertujuan menggalang persatuan dan silaturrahim antar alumni. Dari situ diharapkan akan terwujud satu kekuatan utuh untuk meneruskan perjuangan para ulama dan masyayikh dalam menebar kebaikan kepada umat. (M Farid/Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hadits, Tegal Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 08 Januari 2016

PMII STISNU Nusantara Tuntut DPR RI Batalkan Revisi UU KPK

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Aktivis PMII STISNU Nusantara menggelar aksi teaterikal di depan halaman gedung DPRD Kota Tangerang. Mereka menganggap revisi UU KPK sebagai pelemahan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

Mereka mencontohkan pasal problematis seperti Pasal 13 yang menyebut KPK hanya berhak menyelidiki kasus korupsi di atas Rp 50 miliar.

PMII STISNU Nusantara Tuntut DPR RI Batalkan Revisi UU KPK (Sumber Gambar : Nu Online)
PMII STISNU Nusantara Tuntut DPR RI Batalkan Revisi UU KPK (Sumber Gambar : Nu Online)

PMII STISNU Nusantara Tuntut DPR RI Batalkan Revisi UU KPK

Aksi tersebut sebagai simbol bahwa telah matinya perwakilan rakyat Indonesia yang digadang-gadang sebagai penolong rakyat tetapi hanya peenindas.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kami berkomitmen menolak revisi Undang-Undang KPK yang diajukan oleh partai-partai di DPR seperti fraksi-fraksi, PDI Perjuangan, Golkar, PPP, Nasdem, PKB, Hanura. Siapa saja yang dalam hal ini melemahkan KPK, berhadapan dengan masyarakat khususnya PMII Tangerang. Dan kita harus melawan," ujar Ketua PMII Tangerang Steven Idrus Maulana, kamis (15/10).

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia menyebut kekuatan masyarakat antikorupsi sebagai satu-satunya kekuatan ketika gerakan antikorupsi ditekan dari kiri dan kanan. Menurutnya, ? tidak ada kata-kata lain kecuali lawan korupsi!

PMII Tangerang, Steven menegaskan, menentang dengan keras setiap upaya pelemahan KPK. Pihaknya menentang keras setiap upaya dukungan dan penyelamatan terhadap para koruptor dan pelaku kejahatan terorganisir dari jeratan hukum.

“Kami meminta DPR untuk membatalkan pengajuan kedua RUU tersebut karena kedua RUU? tersebut telah mengkhianati tujuan nasional dan amanah reformasi. Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak memilih para wakil rakyat yang berniat melemahkan bahkan akan menghancurkan KPK.”

Usai menggelar aksi di DPRD Kota Tangerang, para pengurus PMII Tangerang ini berencana melanjutkan aksi di Gedung DPR RI untuk mendesak penghentian revisi UU KPK. (Red Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Lomba Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 03 Januari 2016

Soal Pilihan Politik, Warga NU Jangan Taqlid Buta

Jember, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Warga NU tidak boleh taqlid buta atau sekadar ikut-ikutan dalam menyalurkan hak-hak politiknya. Nahdliyin harus tahu dan mencari tahu latar belakang partai politik yang akan dipilihnya.

Demikian disampaikan Ketua PCNU Jember KH Abdullah Syamsul Arifin saat memberikan pengarahan dalam acara pelantikan Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Jember, Jawa Timur, di aula kantor NU Jember, Ahad (23/2).

Soal Pilihan Politik, Warga NU Jangan Taqlid Buta (Sumber Gambar : Nu Online)
Soal Pilihan Politik, Warga NU Jangan Taqlid Buta (Sumber Gambar : Nu Online)

Soal Pilihan Politik, Warga NU Jangan Taqlid Buta

Menurut Gus A’ab, sapaan akrabnya, taqlid buta dalam politik rawan menimbulkan kekecewaan dan bisa melahirkan sikap pragmatis bagi yang bersangkutan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Warga NU biasanya ikut kiai atau tokoh, ikut dalam memilih partai tertentu. Itu namanya taqlid politik. Ketika sang kiai atau yang diikuti pindah partai, dia bingung. Dan akhirnya jadi petualang politik yang pragmatis lagi. Dan pemimpin yang dihasilkan dari pola semacam ini juga tidak berkualitas,” ujarnya.

Gus A’ab berharap agar warga NU cerdas dalam berpolitik. Dengan kata lain, jika mereka bergabung dengan partai politik tertentu karena ikut orang tertentu, dia harus tahu alasan yang mendasari pilihan itu.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Secara umum warga NU masih taqlid politik sekarang, dan itu harus diubah,” harapnya.

Pelantikan PC Fatayat NU Kabupaten Jember periode 2013-2018 itu dipimpin Ketua PW Fatayat NU Propinsi Jawa Timur Hikmah Bafaqih. Dalam periode ini, ketua PC Fatayat NU Jember dijabat oleh Rahmah Saidah. Sedangkan Drg Mahdiyah Daat Arina dan Indah Yuliana sebagai sekretaris dan bendahara. (Aryudi A. Razaq/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fragmen, Syariah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 02 Januari 2016

Tiga PR Besar NU Menurut Helmy Faishal Zaini

H. Helmy Faishal Zaini, mantan menteri PDT dipercaya menjadi sekretaris jenderal PBNU periode 2015-2020. Dengan pengalamannya dalam berbagai bidang dan jaringannya yang luas, ia diharapkan mampu turut menjalankan bisi, misi, dan program yang menjadi amanat NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mengayomi puluhan juta pengikutnya. Bagaimana ia melihat NU ke depan, berikut wawancara dengan Mukafi Niam di ruang kerjanya di lt3 gedung PBNU, Jum’at (28/8).

Sebagai orang yang diberi amanah untuk menjalankan peran sekjen PBNU, bagaimana Mas Helmy melihat NU ke depan?.
Tiga PR Besar NU Menurut Helmy Faishal Zaini (Sumber Gambar : Nu Online)
Tiga PR Besar NU Menurut Helmy Faishal Zaini (Sumber Gambar : Nu Online)

Tiga PR Besar NU Menurut Helmy Faishal Zaini

Ada tiga hal yang menurut saya menjadi PR besar yang akan terus relevan dengan perkembangan dunia yang dinamis. Pertama adalah langkah yang disebut deradikalisasi. Ini meliputi tiga level, yaitu level fikrah, kedua, haraqah, ketiga amaliahnya. Upaya deradikalisasi harus dimulai dari perspektif pikirannya atau pada manhaj-nya. Kalau haraqah harus ada aksi kegiatannya sedangkan pada tataran amaliah dengan menjaga tradisi yang sudah ada. Ini pekerjaan yang menjadi fokus kita. Banyak orang berpikir dan berharap terhadap NU tentang ini. 

Selanjutnya apa? .

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pekerjaan rumah kedua adalah mengambil anak muda. Ini kan generasi indie, ada anak band, Superman is Dead dan lainnya yang menurut saya punya grass root yang kuat. Mereka harus tahu bagaimana itu NU dan mereka jumlahnya besar. Jadi sangat penting bagaimana kita membuat pola transformasi yang bisa masuk ke lapis anak muda tersebut. Mereka juga harus jadi NU, paling tidak punya kesadaran tentang NU. 

Yang ketiga apa Mas?.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pekerjaan ketiga adalah karena ini organisasi ulama, maka harus punya perencanaan yang matang dalam konteks memproduksi para ulama pewaris nabi. Ulama yang ideal adalah yang mewarisi sifat-sifat kenabian. Dalam konteks leadership-nya, amanah, fathanah, siddiq, dan tabligh. 

Dulu kita punya pola pengembangan kader keulamaan. Ini kan dalam tanda petik meng-upgrade atau mensosialisasikan ide-ide besar NU itu apa, agar mereka satu pemahaman dan satu visi. Ini tugasnya syuriyah yang dijalankan oleh tanfidziyah. 

Mengenai rekomendasi dan program hasil muktamar bagaimana?. Adapun pekerjaan yang bersifat rekomendasi dan program muktamar, kita akan konsen pada tiga hal. Pendidikan dengan fokus pada pendidikan menengah dan tinggi. Kedua bidang kesehatan dengan memberikan fasilitasi ruang pelayanan kesehatan pada warga NU, dan ketiga pada pengembangan ekonomi kerakyatan. 

Apa langkah dalam pengembangan ekonomi kerakyatan?. Ekonomi kerakyatan ini kita definisikan dalam dua basis. Pertama adalah basis produksi yang berasal dari sektor voluntary, yang bersifat partisipasif, yaitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Bagaimana hal ini dikelola secara baik sehingga menghasilkan sesuatu untuk pengembangan pendidikan, keagamaan, kemudian layanan sosial. Ke depan bisa untuk mengembangkan rumah sakit, beasiswa, dll. Ini harus dikelola secara baik.

Model kedua, yang sifatnya reguler, dengan mengembangkan investasi berbasis komunitas unggulan yang dimiliki pesantren. Ini misalnya yang dilakukan oleh pesantrennya Al Ittifaq di Ciwidey Bandung. Kemudian yang dilakukan oleh Kiai Nawawi Sidogiri dengan pengembangan BMT Sidogiri. Pola ini yang harus dikembangkan di pesantren-pesantren lain sebagai pusat produksi dan pertumbuhan ekonomi. Ini kalimatnya kan sederhana tetapi rumit dalam pelaksanaannya. Bisa menjalankan ini saja sudah luar biasa. 

Anda mulai terlibat di NU sejak IPNU, pola pengkaderan dulu kan berbeda dengan sekarang seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup?. Saya mulai berorganisasi dari di IPNU tingkat PAC dan PC Cirebon, sempat juga menjadi anggota PMII, juga di Ansor. 

Untuk strategi dakwah, yang bersifat akidah tak bisa kompromi, tetapi soal cara bisa berkompromi. Ini yang dilakukan oleh Walisongo. Kalau dulu tantangannya ketika mendakwahkan Islam Aswaja adalah berhadapan dengan adat budaya lokal yang sudah mengakar, dan mereka berhasil. Sekarang tantangannya adalah masyarakat baru yang modern. Kalau menggunakan teknologi lama sudah tidak bisa. Sekarang dakwah harus lewat Twitter, FB, Instagram dan media sosial lainnya. Sudah harus pakai periskop. Kesadaran beberapa kiai, ulama, dan muballigh yang masuk ke sosmed itu luar biasa. Di NU ada Gus Mus, ada Gus Ali, ada Yusuf Mansur, ada Anwar Zahid. Kalau kita lihat follower-nya, mereka adalah orang yang tidak terjamah pesantren. Ini yang saya maksud sebagai penjaring. 

Di lingkungan anak muda yang aktif di ranah sosial media ada Ahmad Sahal, ada Syafiq Hasyim, ada Syafiq Allielha, ada Ulil Abshar, meskipun menjadi kontroversi. Kita harus melihat mereka sebagai potensi anak muda yang bisa masuk ke dunia baru itu, yang oleh beberapa yang lain tidak masuk. Jadi ini sifatnya berbagi tugas saja, karena ada fakta bahwa jumlah warga yang masih tradisional di pedesaan masih sangat banyak. Pola lama harus tetap dikembangkan. 

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sejarah, Anti Hoax Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 01 Januari 2016

Madrasah Tis’ah, Terobosan Baru Pelajar NU Boyolali

Boyolali, Pimpinan Pusat Muhammadiyah



Pengurus Pimpinan Cabang IPNU-IPPNU Kabupaten Boyolali Jawa Tengah membuat sebuah program yang disebut Madrasah Tis’ah. Kegiatan ini dinilai menjadi terobosan baru untuk menunjang proses program kaderisasi di kalangan organisasi pelajar NU.

Sekretaris PC IPNU-IPPNU Kabupaten Boyolali Muhammad Maghfur memaparkan, secara garis besar rancanagan program Madrasah Tis’ah yang baru dilaksanakan perdana di Indonesia itu.

Madrasah Tis’ah, Terobosan Baru Pelajar NU Boyolali (Sumber Gambar : Nu Online)
Madrasah Tis’ah, Terobosan Baru Pelajar NU Boyolali (Sumber Gambar : Nu Online)

Madrasah Tis’ah, Terobosan Baru Pelajar NU Boyolali

“Poinya pada pendalaman materi Makesta dan persiapan kader Lakmud. Nantinya Madrasah Tisah akan dilaksanakan dalam 4 tahapan dengan sistem gugur. Jadi yang tidak ikut sekali saja, dia tidak lulus,” papar remaja yang akrab disapa Ifur, Kamis (9/11).

Ditambahkan Ifur, program sudah diawali dengan proses pembukaan Madrasah Tis’ah, Ahad-Senin (4-6/11) lalu, di Gedung NU Center Boyolali. Sedangkan untuk pelaksanaan perdana (tahap pertama), baru akan dilaksanakan tanggal 25-26 Nopember mendatang

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Alhamdulillah kemarin sudah ada 40 peserta yang mengikuti di pelaksanaan program yang perdana ini,” ungkap dia

Ifur berharap Madrasah Tisah ini dapat menjadi kawah candradimuka para kader pelajar NU di Boyolali, agar nantinya kader semakin cakap dalam mengelola organisasi di wilayah masing masing.? (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Internasional, Olahraga, Syariah Pimpinan Pusat Muhammadiyah