Rabu, 31 Agustus 2016

IPPNU Dorong Rasionalisasi Kurikulum Baru

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) mendorong upaya rasionalisasi kurikulum 2013 yang tengah melewati uji publik. Upaya rasionalisasi kurikulum menjadi sebuah keniscayaan dalam menentukan arah pendidikan ke depan.

Demikisan disampaikan Farida Farichah, Ketua Umum PP IPPNU seusai mengikuti pengajian Tasawuf oleh bersama KH SAid Aqil Siroj di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (28/1) malam.

IPPNU Dorong Rasionalisasi Kurikulum Baru (Sumber Gambar : Nu Online)
IPPNU Dorong Rasionalisasi Kurikulum Baru (Sumber Gambar : Nu Online)

IPPNU Dorong Rasionalisasi Kurikulum Baru

Menurut Farida, rasionalisasi kurikulum berupa penyesuaian materi kurikulum dengan batas kemampuan dan kebutuhan para siswa. Sejumlah riset bisa dijadikan panduan untuk mengukur kesesuaian bobot materi ajar dengan kemampuan peserta didik.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Jangan sampai kurikulum menetapkan materi untuk tingkat SMP diberikan kepada tingkat SD; materi SMA diajarkan kepada siswa SMP,” tambahnya.

Perhatian terhadap bobot materi pelajaran, menjadi acuan utama dalam memperbaiki kurikulum pendidikan di Indonesia. Karena, sebuah kurikulum akan gagal ketika bobot materi yang tertuang dalam kurikulum tidak sebanding dengan kemampuan para siswa, imbuh Farida.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Farida menyatakan, kurikulum bahkan sudah gagal di tengah jalan saat para siswa tertekan karena beban materi di luar kemampuan mereka. Dampaknya, mereka enggan masuk ke dalam kelas yang selanjutnya berpengaruh pada suasana dan keseriusan belajar.

Masalah bobot materi bahan ajar, laik menjadi perhatian dalam merumuskan kurikulum. Selain menekan para siswa, penerapan kurikulum dengan menuangkan bobot materi di luar kesanggupan siswa, akan menyulitkan para guru, tandas Farida.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Penulis ? : Alhafiz Kurniawan

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Doa, Warta Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bersama Polsek Setempat, Banser Probolinggo Turunkan Atribut HTI

Probolinggo, Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di bawah komando GP Ansor Kabupaten Probolinggo menemukan spanduk Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang terpasang di kilometer 40,41 Desa Banjarsawah Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo. Mereka kemudian mencopot dua spanduk yang terpasang di jalur lingkar selatan.

Penurunan spanduk HTI ini dipimpin langsung oleh Ketua Satkorcab Banser Probolinggo Adimas Lutfi Putra Jaya.

Bersama Polsek Setempat, Banser Probolinggo Turunkan Atribut HTI (Sumber Gambar : Nu Online)
Bersama Polsek Setempat, Banser Probolinggo Turunkan Atribut HTI (Sumber Gambar : Nu Online)

Bersama Polsek Setempat, Banser Probolinggo Turunkan Atribut HTI

“Sesuai instruksi Ketua Umum GP Ansor dan Komandan Satkornas Banser kami akan mencopot apapun bentuknya, baik spanduk, baliho, dan sejenisnya yang terkait dengan khilafah,” kata Adimas, Kamis (12/5) malam.

Menurut Adimas, sebelum pencopotan spanduk HTI tersebut mereka terlebih dahulu melaporkannya kepada Polres Probolinggo, dalam hal ini Polsek Leces. Sehingga penurunan spanduk tersebut juga dikawal oleh personil dari Polsek Leces.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Pencopotan atribut HTI ini dilakukan karena mereka sudah makar dan mau mendirikan negara Islam di wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” jelasnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dengan penurunan atribut HTI ini, jelas Adimas, secara tegas Banser Probolinggo menolak dengan keras semua tindakan yang selama ini dilakukan oleh HTI. Bahkan tidak sepatutnya HTI hadir dan menyuarakan Pemerintahan Islam di Indonesia, karena dasar negara  Indonesia adalah  Pancasila. “NKRI harga mati bagi kami,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 28 Agustus 2016

Begini Perayaan Hari Kartini di Pesantren Al-Imdad

Bantul, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.” KH Habib Abdus Syakur, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Imdad, mengutip ayat Al-Qur’an itu di sela-sela amanatnya sebagai Pembina Upacara Peringatan Hari Kartini, 21 April 2014 yang diselenggarakan di halaman Pondok Pesantren Al-Imdad Bantul.

Begini Perayaan Hari Kartini di Pesantren Al-Imdad (Sumber Gambar : Nu Online)
Begini Perayaan Hari Kartini di Pesantren Al-Imdad (Sumber Gambar : Nu Online)

Begini Perayaan Hari Kartini di Pesantren Al-Imdad

Dalam kesempatan itu Habib juga menegaskan bahwa Islam mengajarkan kesetaraan manusia di hadapan Allah SWT. Tidak ada keunggulan bangsa Arab atas bangsa lainnya, bahkan tidak ada keunggulan apapun dari laki-laki atas perempuan, melainkan semata ketaqwaan mereka kepada Allah.

Di hadapan segenap siswa-siswi MA Unggulan Al-Imdad Bantul yang khusyu’ mengikuti jalannya Peringatan Hari Kartini tersebut, Habib juga menyampaikan besarnya peran kaum perempuan dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Dengan demikian Hari Kartini ini sangat pantas dipersembahkan bukan hanya untuk Raden Ajeng Kartini, melainkan juga untuk pahlawan-pahlawan perempuan lainnya. Bahkan juga bagi semua yang berusaha mewujudkan kesetaraan tersebut. Termasuk santri-santri putri yang berjuang meraih ilmu demi mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik,” ujar Habib.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

MA Unggulan Al-Imdad yang berdiri belum genap dua tahun ini memang telah memprogramkan peringatan Hari Kartini 2014 secara khusus. Terkait hal ini, pihak madrasah melalui Fajar Bashir selaku Kepala TU telah meminta segenap siswa dan siswi untuk mengenakan busana adat.

“Untuk para siswi kita sudah meminta mereka untuk mengenakan kebaya, dan para siswa dipersilahkan untuk mengenakan batik yang dilengkapi dengan sarung setinggi lutut,” ujarnya

“Bahkan para guru yang memiliki kegiatan belajar-mengajar di hari ini juga kita minta untuk turut mensukseskan acara Peringatan Hari Kartini yang kita gagas,” imbuhnya.

“Dan terimakasih kepada Kiai Habib sebagai Pengasuh Pondok Pesantren dan Bapak Taufiq Bukhori selaku Sekretaris Yayasan yang secara khusus mengenakan surjan sebagai sebuah bentuk teladan bagi para santri.” (Muhammad Yusuf Anas/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul Ulama, Habib Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Gus Ipul: Santri Juga Harus Bisa Jadi Pengusaha

Jember, Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Dulu pesantren pernah dicibir, bahkan dicap? sebagai tempat pendidikan yang? kumuh. Beberapa pihak memperkirakan pesantren akan gulung tikar menyusul kian derasnya kebutuhan masyarakat terhadap? pendidikan modern. Namun ternyata pesantren tetap bertahan. Bahkan saat ini sistem pendidikan pesantren mulai ditiru.

Demikian diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur, H Saifullah Yusuf saat mengunjungi Pondok Pesantren Nuris, Ahad (19/2). Menurut Gus Ipul –sapaan akrabnya—pesantren terbukti ampuh sebagai tempat penggodokan anak-anak bangsa.

“Sekarang diam-diam banyak yang meniru sistem pendidikan pesantren. Cuma namanya diubah, misalnya boarding school, full day school dan sebagainya. Tapi yang benar-benar siap? 24 jam mendidik anak-anak, hanya pesantren,” tukasnya.

Ia juga mengimbau santri untuk bisa terjun dan berperan di semua lini kehidupan. Tidak hanya jadi guru atau kiai, namun juga harus bisa menjadi pengusaha.

Gus Ipul: Santri Juga Harus Bisa Jadi Pengusaha (Sumber Gambar : Nu Online)
Gus Ipul: Santri Juga Harus Bisa Jadi Pengusaha (Sumber Gambar : Nu Online)

Gus Ipul: Santri Juga Harus Bisa Jadi Pengusaha

Dikatakannya, untuk berbagai posisi dan jabatan publik, santri sudah banyak memberikan kontribusi, tapi untuk? dunia usaha, sedikit sekali santri yang ambil peran.

“Makanya santri juga harus bisa jadi pengusaha yang hebat untuk membangkitkan ekonomi umat,” ucapnya.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Nuris, KH Muhyiddin Abdusshomad dalam sambutan singkatnya menegaskan bahwa santri-santri Nuris digodok dalam beragam disiplin ilmu dan keterampilan. Mulai dari dari kitab kuning hingga soal robot.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Santri-santri ini punya semangat belajar yang? tinggi. Pada saatnya nanti mereka akan berkontribusi pada bangsa dan negara. Dan mungkin juga mereka ada yang ingin jadi gubernur atau wakil gubernur seperti Gus Ipul,” kelakar Kiai Muhyiddin.

Selain Gus Ipul, ikut serta? dalam kunjungan tersebut adalah Katib Aam PBNU, KH Yahya C. Tsaquf, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur yang baru, Syaiful Bahri, Bupati Jember, Faida, Rektor IAIN Jember, Babun Suharto dan Ketua Ketua PCNU Jember, KH. Abdullah Syamsul Arifin. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah News, Nasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 27 Agustus 2016

Menyimak Seminar Tasawuf PCINU Yaman

Tarim, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman menyelenggarakan seminar terbuka dengan tema At-Tashawwuf wa Dauruhu fi Bina`il Hadharah (Tasawuf dan perannya dalam membangung peradaban), Senin malam (17/12), kemarin.

Bekerja sama dengan tiga organisasi besar, PPI Yaman, Asosiasi Mahasiswa Indonesia Al Ahgaff (AMI Al Ahgaff), dan Jam’iyyah Wahdatul Iman Darul Mushtafa, acara yang dihelat di Auditorim Fakultas Syariah wal Qanun, Tarim ini berjalan sukses.? Undangan yang berdatangan tidak hanya berasal dari pelajar Indonesia saja, melainkan pelajar dari berbagai negara ikut terhanyut dalam seminar memenuhi ruangan yang berkapasitas lebih dari 200 orang tersebut.?

Menyimak Seminar Tasawuf PCINU Yaman (Sumber Gambar : Nu Online)
Menyimak Seminar Tasawuf PCINU Yaman (Sumber Gambar : Nu Online)

Menyimak Seminar Tasawuf PCINU Yaman

Seminar akbar kali ini dihadiri oleh dua narasumber terkemuka, Dr. Muhammad bin Abdul Qadir Al Alaydrus, selaku dekan Fakultas Syariah wal Qanun, Universitas Al Ahgaff dan Habib Zaid bin Abdurrahman bin Yahya yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Kajian Ilmiah An Nur, Tarim, Hadhramaut. Sebagai moderator seminar, M. Mahrus Ali, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Silaturrahmi Mahasiswa Madura Yaman (Fosmaya) sekaligus Wakil Syuriah PCI-NU Yaman.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam makalah yang berjudul “al Tashawwuff: Mafhumuhu wa Dauruhu (Tasawwuf: Konsep dan Perannya),” Habib Zaid mengajak para hadirin untuk mengenal terlebih dahulu apa definisi tasawuf bila dikaji secara etimologi menurut asal katanya. Lalu, mencoba menelusuri pro-kontra antara ulama mengenai definisi tasawwuf secara terminologi.?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kepala Lembaga Kajian An Nur yang juga sebagai Mustasyar PCINU Yaman ini memaparkan sebenarnya eksistensi tasawuf telah termanifestasi dalam banyak ayat Qurani dan hadits Nabawi; seperti konsep tazkiyatun nafs dalam surat As-Syams, dan spirit al-Ihsan dalam hadits Jibril. ? Hanya saja kata tasawuf baru muncul ke pemukaan pada pertengahan abad kedua Hijriah. Ulama muda kelahiran Tarim-Hadhramaut tak luput mengulas peran aktif tasawuf dan para sufi dalam kehidupan sosial-dakwah.

“Kita mengenal istilah tasawwuf ala filsufi, yaitu konsep tasawuf yang diusung oleh para pakar filasafat. Dan disisi lain pun harus ada pula konsep tasawuf ala sunni, tasawuf yang diusung oleh kalangan ahli sunnah, dan berdirinya madrasah Hadhramaut ini merupakan bentuk dari penerapan arti tasawwuf Suni tersebut,” tegas Habib Zaid mengawali pembahasan.?

“Istilah tasawuf pada dasarnya tidak ada bedanya dengan istilah-istilah ilmu yang lain. Seperti fikih, tafsir, hadits, dan lain sebagainya. Pada permulaan Islam, istilah-istilah tersebut juga belum dikenal, namun tidak dikenalnya istilah tersebut tidak kemudian ia kita vonis sebagai ajaran sesat. Sebab yang terpenting bukanlah nama dan pengungkapannya, tetapi esensi dari nama tersebut. Istilah tasawuf adalah nama baru untuk sesuatu yang ada sejak dahulu,” sambung Habib Zaid mencoba menyamakan istilah tasawuf dengan disiplin ilmu lainnya.

Habib Zaid juga menambahkan, bahwa Tasawuf memiliki perananan penting dalam membangun peradaban manusia, meredam perpecahan antar umat, menyebarkan budaya tolong menolong serta membangun koeksistensi antar umat beragama. India dan negara-nengara Asia seperti Indonesia adalah sampel nyata peran Tasawuf dalam membumikan ajaran Islam hingga menyatu dengan seluruh lapisan masyarakat, apa pun agama dan status sosialnya.?

Tidak hanya itu, seminar makin seru saat Dekan Fakultas Syariah wal Qanun Univ. Al-Ahgaff ? DR. Muhammad Abdul Qodir Al-Idrus selaku narasumber berikutnya menjelaskan beberapa prinsip dan ciri khas dakwah Ahlul Bait Hadhramaut.

Menurutnya, salah satu prinsip yang paling kentara adalah Ahlul Bait Hadhramaut sangat menghormati dua kalimat syahadat. Ulama Hadhramaut tidak akan membid’ah-bid’ahkan, apalagi mengkafikan seseorang yang telah mengucapkan syahadat, meski tidak sealiran, justru mereka merangkul dan sangat toleran demi persatuan umat. Dengan prinsip inilah dakwah mereka tersebar luas hingga belahan Asia dan Afrika.

Selain menghormati kalimat syahadat, Doktor Muhammad juga memapaparkan beberapa prinsip dakwah Ahlul Bait lainnya, prinsip yang telah lama diamalkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Diantaranya, para Dai Hadhramaut sangat menjunjung tinggi Al-Quran dan Sunnah sebagai way of the life. Memisahkan Al-Quran dari Sunnah, lanjut sang dekan, tak bedanya dengan memisahkan Allah dari Rasul-Nya. Jadi, Al-Quran dan Sunnah harus diimplementasikan secara bersama-sama. Prinsip ini tidak hanya terlihat dari seluk beluk seharian seorang Dai Hadhramaut, namun juga bisa kita temukan dari berbagai literatur buah karya Ulama-ulama Hadhramaut.?

Menghormati budaya lokal masyarakat setempat juga merupakan ciri khas dakwah Ulama Hadhrami. Ciri khas ini sangat ampuh dan telah dibuktikan dengan diterimanya dakwah Islam yang mereka bawa ke berbagai negara Afrika dan Asia, seperti Indonesia, tanpa ada pertumpahan darah setetespun.

Para Ulama Hadhramaut, menurut Doktor Muhammad, juga menyebarkan kasih sayang dan cinta Allah serta Rasul-Nya pada seluruh elemen masyarakat dakwah mereka. Kasih sayang dan cinta inilah yang menjadi poros dakwah santun, menjadikan tatanan masyarakat madani.

Paparan dari kedua narasumber dilanjutkan sesi tanya-jawab. Banyak pertanyaan yang muncul dari audiens menjadikan suasana seminar makin meriah dan sangat terasa. Hingga larut, tak terasa acara seminar ditutup dengan pemberian piagam penghargaan dari Ketua DPW PPI Yaman-Hadhramaut, Pandi Yusron kepada dua nara sumber. Acara pun diakhiri tepat pukul 11.15 dengan penutupan doa yang dipimpin oleh Habib Zaid bin Yahya.?

Redaktur ? ? : A. Khoirul Anam

Kontributor: Amaludin

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kiai, Pondok Pesantren, Bahtsul Masail Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 25 Agustus 2016

KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketua Program Studi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam (KTTI) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Luthfi menyatakan bahwa paham takfiri (saling mengafirkan) sesama muslim menjadi salah satu penyabab terjadinya konflik di Timur Tengah. Hal ini menjadi sorotan, karena kasus serupa (pengafiran) juga dewasa ini marak terjadi di Indonesia.

KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal (Sumber Gambar : Nu Online)
KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal (Sumber Gambar : Nu Online)

KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal

Luthfi menegaskan, kalau kita lihat dalam sejarah Islam, sebetulnya pengafiran merupakan kasus yang sangat tua sekali. Yaitu ketika Islam datang, syiah pada awal masa-masanya dan Sunni juga sama. Khususnya kalau Sunni ketika terjadi perang Shifin, itu sudah saling mengafirkan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Jadi ketika perang Shifin, kemudian terjadi perundingan antara tentara Muawiyah dan Sayyidina Ali, kelompok yang menamakan dirinya Khawarij itu keluar dari rombongan Ali dan mengafirkan para peserta perundingan tersebut karena dalam berijtihad dianggap salah,” ujar Luthfi dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Suriah Indonesia (Al-Syami), Kamis (10/3) di Gedung Pascasarjana UI Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ijtihad yang salah dalam pandangan Khawarij, lanjut Luthfi, adalah dosa besar, sedangkan dosa besar menurut mereka adalah kafir dan kafir ba’da Islam adalah murtad. Sebab itu, boleh dibunuh. Akhirnya mereka mengirimkan empat pembunuh,” terangnya.

Jadi, imbuhnya, pengafiran itu sudah lama terjadi. Adapun jamaah takfiri dewasa ini juga menginduk pada pemikiran-pemikiran yang dulu pernah muncul.

Dalam kasus syiah juga sama, kata Luthfi, yaitu ketika mereka merumuskan ideologi mereka. Mereka mengatakan bahwa ketika Rasulullah wafat, para sahabat memilih untuk meninggalkan Nabi untuk merundingkan khalifah, sedangkan Nabi diurus oleh keluarganya, Ali, Fatimah, dan lain-lain. Di sini syiah mengafirkan para sahabat Nabi karena meninggalkan jenazah Nabi.

“Padahal dalam keyakinan Sunni, seorang yang telah wafat dan diurusi oleh sekelompok muslim itu sudah cukup karena hal itu merupakan wajib kifayah. Nah ini, syiah mengafirkan dalam hal itu,” papar Luthfi dihadapan para peserta seminar yang memadati ruangan.

Menurut Luthfi, itulah salah satu penyebab gejolak panjang di Timur Tengah. Sebab itu dia menyoroti kasus sektarisnisme yang selalu menjadi alasan perang dan konflik. “Dulu yang bisa menyulut adalah Arab melawan Persia. Sekarang judul itu tidak lagi, dibuatlah judul baru Sunni-Syiah. Akhirnya, Sunni-Syiah perang, antar-Sunni juga perang yang tidak termasuk mereka juga ikut perang. Jadi kondisinya sangat kacau,” tuturnya.

Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan bertajuk ‘Peran Ulama dalam Meredam Krisis Politik dan Ideologi di Timur Tengah’ ini diantaranya, Ketua Persatuan Ulama Suriah Prof Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi, dan Duta Besar LBBP Indonesia untuk Suriah Djoko Harjanto, serta Ketua Al-Syami Fathir Hambali dan Sekretaris M Najih Arromadloni. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 23 Agustus 2016

PBNU: Al-Quran Boleh Dibaca dengan Langgam Apapun Asal Jaga Kaidah

Jakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Masudi menyatakan kebolehan melagukan Al-Quran dengan irama adat manapun. Pasalnya, setiap komunitas memiliki langgamnya masing-masing. Hanya saja yang perlu diperhatikan ialah kaidah pelafalan dan respek terhadap ayat-ayat suci itu sendiri.

PBNU: Al-Quran Boleh Dibaca dengan Langgam Apapun Asal Jaga Kaidah (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU: Al-Quran Boleh Dibaca dengan Langgam Apapun Asal Jaga Kaidah (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU: Al-Quran Boleh Dibaca dengan Langgam Apapun Asal Jaga Kaidah

“Setiap pembaca itu wajib menjaga makhrajnya, panjang, juga pendeknya. Tujuannya agar tidak merusak makna Quran itu sendiri. Kalau soal langgam, Al-Quran terbuka. Jawaz (boleh) dengan langgam Jawa, Sunda, atau langgam lainnya,” kata Kiai Masdar kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (19/5) sore.

Menanggapi pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa di Istana Negara pada Jumat (15/5) malam, Kiai Masdar menyatakan rasa syukurnya kalau langgam lokal itu menambah kesyahduan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Dan langgam itu berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya. Kalau iya begitu, setiap komunitas boleh membaca Al-Quran dengan langgam yang lazim di kalangan mereka. Bisa langgam Jawa, Sunda, atau langgam lainnya,” ujar Kiai Masdar.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Setiap bahasa pun sebenarnya mengandung nilai transendensi. Allah sendiri mengatakan, wa allama adamal asma’a kullaha. Allah mengajarkan nama-nama benda kepada Adam. “Artinya setiap bahasa mengandung nilai ilahiyah.”

Rais Syuriyah PBNU ini mengajak masyarakat tidak perlu membesar-besarkan persoalan ini. Tidak ada larangan membaca Al-Quran dengan langgam apapun selagi menjaga dua kaidah itu, tegas Kiai Masdar. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pertandingan, Amalan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 18 Agustus 2016

Keindahan yang Hampir Hilang

Oleh Ahmad Naufa Khoirul Faizun

Membalas kesalahan adalah hak. Islam membenarkan. Jika kita dipukul, berhak memukul balik. Jika kita dirontokkan giginya, berhak membalasnya dengan hal yang sama. Jika ada satu nyawa dibunuh, berhak membunuh si pembunuh. Khusus dalam konteks Indonesia, ada konstitusi yang mesti ditaati.

Keindahan yang Hampir Hilang (Sumber Gambar : Nu Online)
Keindahan yang Hampir Hilang (Sumber Gambar : Nu Online)

Keindahan yang Hampir Hilang

Namun demikian, jika itu adalah suatu kebenaran, belum tentu suatu kebaikan. Jadi, tak hanya salah-benarnya, tetapi juga baik buruknya perlu dipertimbangkan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketika kecil dan ngaji cerita kisah nabi-nabi dulu, saya diceritai kisah. Suatu ketika, seorang muslim dikejar sekelompok orang Yahudi yang hendak membunuhnya. Ia berlari menuju Rasulullah yang sedang duduk dan berkata, "Wahai Rasulullah, lindungilah aku! Mereka ingin membunuhku, padahal aku tidak bersalah!"

Kemudian orang tersebut bersembunyi untuk menyelamatkan diri.Tidak lama kemudian sekelompok orang bersenjata berteriak-teriak dengan marah mendatangi Rasulullah karena kehilangan jejak incarannya, "Apakah kamu melihat seseorang lewat sini?" tanya mereka.

Rasulullah berdiri dari duduknya dan berkata,"Sejak saya berdiri di sini dari tadi, saya tidak melihat orang lewat sini." Sekelompok orang bersenjata itu pun membubarkan diri. Akhirnya selamatlah nyawa orang yang sedang dicari untuk dibunuh. Cerita ini mirip dengan kisah Nabi Ibrahim ketika ditanya oleh ayahnya: siapa yang menghancurkan patung-patung ini. Beliau menjawab: berhala ini yang paling besar. Sebuah jawaban yang politis, filosofis, dan mantiq-is.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Saya hanya ingin mengatakan: itulah jawaban yang baik. Kebenaran belum tentu mengandung keindahan. Dan bisa juga disertai kebaikan. Para dosen bahasa Indonesia tentu tahu perbedaan bahasa yang baik dan benar. Keduanya beda, meski kadang menjadi satu dan dalam bentuk yang sama. Contoh: dengan bahasa baku, kita benar memakai bahasa, tetapi tidak baik jika untuk percakapan sehari-hari dengan teman. Akan kaku dan spaneng. Itulah, ada dimensi kebaikan, selain kebenaran.

Pun demikian dalam ajaran Islam. Alkisah, suatu ketika, Imam Syafii ditanya tentang suatu permasalahan, tapi beliau diam saja. Lalu seseorang berkata kepadanya, "Tidakkah kamu mau menjawab?" Imam Syafii berkata, "Sampai aku tahu apakah keutamaan ada dalam diam atau menjawab suatu pertanyaan." Dengan jawaban itu, bukan berarti Imam Syafii tak tahu jawaban, tetapi menimbang apakah fatwanya benar-benar memberi kemaslahatan. Jadi, tak sekadar dimensi kebenaran, tetapi juga kebaikan, yang menurut saya itu semua ada konteksnya, ruangnya dan tentu illat-nya.

Nah, di atas itu semua, masih ada satu lagi: dimensi keindahan. Memaafkan itu, selain adalah kebenaran, juga bernilai kebaikan, adalah suatu keindahan. Jika membalas itu hak, maka memaafkan adalah kemuliaan. Jika menolong orang jatuh dari motor itu bukan kewajiban, tetapi jika kita menolongnya, adalah kebaikan yang bernilai keindahan. Jika menteri atau anggota dewan memperjuangkan partai atau konstituennya adalah hak, tetapi memperjuangkan semuanya itu adalah keindahan, melampaui sekat. Ia pemimpin nasional.

Keindahan ada pada semua lini kehidupan.? Dalam sportivitas olah raga, seni, tradisi-budaya, lingkungan, relasi-sosial sampai spiritualitas-cinta dalam dunia tasawuf.

Dari berbagai profesi, intitusi, organisasi sampai media informasi, kini banyak yang hanya berebut benar, disertai menyalah-nyalahkan lawan. Dan penghancuran-penghancuran. Belum naik derajat kepada kebaikan, apalagi keindahan. Berita misalnya, mulai banyak yang tidak mempedulikan fakta dan kebenaran. Jika pun benar, ia belum tentu baik bagi si penyimak, masyarakat luas. Apalagi bernilai keindahan, ‘ibrah dan teladan.

Dan, salah satu bentuk keindahan di dunia ini adalah humor. Dari Gus Dur, Nasrudin Hoja dan Abu Nawas, sebaiknya mereka yang ototnya keluar hanya berbicara kebenaran, perlu belajar humor lebih dalam, agar kuat menghadapi kenyataan.

Intinya, salah satu solusi untuk Indonesia yang tegang ini adalah keindahan pada humor. Dengannya, kita bisa tertawa dan menertawakan keadaan: kakakakakakaka!? ?

Penulis adalah kader muda Nahdlatul Ulama

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kajian Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 13 Agustus 2016

Risalah Kemanusiaan Gus Dur

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berpesan agar di pusaranya dipahat sebuah tulisan, “Di Sini Dimakamkan seorang Humanis”. Artinya, dia ingin dikenang sebagai pejuang kemanusiaan. Dus, gelar tokoh humanis agaknya lebih tepat disematkan kepadanya. Sebab, humanisme Gus Dur benar-benar berangkat dari nilai-nilai Islam paling dalam, yang melampaui etnis, teritorial, hingga batas kenegaraan.

Sayangnya, hingga kini masih banyak pihak yang tak memahami Gus Dur dari sisi kemanusiaannya sehingga pemikirannya sering disalahtafsirkan. Buku berjudul “Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan” karya Syaiful Arif hendak memotret sisi paling subtil dari Gus Dur, yakni kemanusiaan.

Menurut Arif, buku ini memuat setidaknya tiga hal. Pertama, produk pemikiran Gus Dur. Berisi pemikiran lslam, meliputi pribumisasi lslam, lslam sebagai etika sosial, hubungan Islam dan negara, hubungan antar-agama, dan “negara kesejahteraan” lslam. Serta pemikiran demokrasi, kebudayaan, dan ke-NU-an.

Risalah Kemanusiaan Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)
Risalah Kemanusiaan Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)

Risalah Kemanusiaan Gus Dur

Kedua, jalinan struktural pemikiran Gus Dur. Jalinan ini kemudian membentuk sistem pemikiran tersendiri. Nah, jalinan yang berisi prinsip dan tujuan itu secara mendasar mengacu pada pembelaan Gus Dur terhadap harkat tinggi kemanusiaan, yang pada satu titik ia dasarkan pada tradisi keislaman yang mendalam. Jadi, jika dirumuskan, corak atau “jenis kelamin” pemikiran Gus Dur ialah pertemuan antara keislaman dan kemanusiaan. (hlm. 61).

Dalam hal ini, Gus Dur berangkat dari tradisi maqashid as-syariah (tujuan utama syariat) yang menetapkan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pemuliaan kemanusiaan dalam bentuk perlindungan terhadap HAM inilah yang Gus Dur sebut sebagai nilai-nilai universal lslam. Demi penegakan nilai-nilai universal tersebut, Gus Dur mensyaratkan sikap kosmopolitan, yakni keterbukaan pandangan lslam kepada peradaban lain. Artinya, untuk menegakkan universalisme lslam, dibutuhkan keberislaman yang modern. Sebab, persoalan kemanusiaan kontemporer hanya bisa ditangani oleh sarana dan sistem sosial-politik modern.

Ketiga, tujuan utama dari semua pemikiran Gus Dur, yakni humanisme lslam. Jika ditelusuri lebih mendalam, humanisme Islam Gus Dur merujuk pada humanisme komunitarian yang mengarah pada pembentukan struktur masyarakat yang adil. Setidaknya ada tiga pilar yang membentuk struktur tersebut: 1) demokrasi (syura); 2) keadilan (‘adalah); dan 3) persamaan di depan hukum (musawah). Gus Dur menyebut ini sebagai Weltanschauung (pandangan-dunia) Islam.

Apa yang telah dilakukan Gus Dur untuk memperjuangkan humanisme komunitarian ini? Pada ranah historis, Gus Dur sejak pertengahan tahun 1970-an hingga akhir 1980-an mengupayakan keadilan sosial vis-a-vis developmentalisme Orde Baru. Gus Dur bahkan sempat menjadi pemimpin redaksi jurnal Wawasan yang memuat pemikiran pembangunan alternatif sebagai counter discourse atas pembangunanisme negara. (hlm. 68). Salah satu hasil rumusan Gus Dur adalah sebuah makalah bertajuk Development by Developing Ourselves (makalah seminar The Study Days on ASEAN Development, Malaysia, 1979) yang menetapkan garis-garis pembebasan sosial-politik dari lslam. (hlm. 28)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selain itu, menciptakan pemberdayaan masyarakat untuk mengimbangi top down development dari negara melalui LSM nirlaba dan nonpemerintah yang disebut Gus Dur sebagai Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Salah satu hasil konkrit usaha Gus Dur tersebut adalah lahirnya ribuan Bank Perkreditan Rakyat hasil kerjasama antara PBNU dengan Bank Summa, bernama BPR Nusumma. Sampai di sini, tak berlebihan jika penulis buku ini menahbiskan Gus Dur sebagai “pemimpin besar masyarakat sipil Islam” di Indonesia.

Dalam wilayah politik, Gus Dur mengkritik demokrasi negara. Gus Dur dalam sebuah wawancara di koran menyebut demokrasi negeri ini sebagai "Demokrasi Seolah-olah", yakni seolah-olah demokrasi, padahal tidak demokratis. Gus Dur juga menyebutnya sebagai “demokrasi institusional” yang terbatas pada instutusi negara. Negara melarang kegiatan demokrasi berbasis sipil dengan alasan telah ada lembaga-lembaga demokrasi, semacam DPR, MPR, dan pemerintah.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bagi Gus Dur, demokrasi harus menjadi kualitas kehidupan politik. Pada tahun 1992, Gus Dur bahkan telah menggagas lahirnya Mahkamah Konstitusi yang menjadi jembatan antara masyarakat dengan negara. Tugasnya antara lain melakukan judicial review atas UU yang menindas rakyat. Pasalnya, negara seringkali menggunakan tafsir tunggal atas konstitusi. Hebatnya, ide brilian ini lahir di saat banyak kalangan belum memikirkannya sama sekali.

Dalam hal persamaan di hadapan hukum (musawah), ketika menjabat sebagai presiden, Gus Dur lebih banyak tergerak dalam proyek membela minoritas. Sebut saja misalnya, memulihkan hak politik anak cucu PKI yang diberangus rezim Orba. Selain itu, Gus Dur juga memberikan suaka budaya kepada minoritas Tionghoa yang selama ini tidak diakui negara. Dibukanya kran kebebasan melaksanakan perayaan Imlek (tahun baru China) tak ayal membuat warga keturunan Tiongkok menyematkan gelar Bapak Tionghoa kepada Gus Dur.

Pada titik ini, Arif menolak gelar Bapak Pluralisme yang disematkan kepada Gus Dur oleh Presiden Yudhoyono. Pasalnya, pluralisme hanya merupakan salah satu “program” di bawah “bidang” persamaan hukum (al-musawah). Padahal selain “bidang persamaan hukum”, Gus Dur juga telah berjuang di “bidang” demokrasi politik dan keadilan sosial. Sementara itu, tiga “bidang perjuangan” ini berakar pada perjuangan kemanusiaan berbasis nilai-nilai lslam. Oleh karenanya, Gus Dur lebib tepat digelari “Bapak Kemanusiaan”, sebab gelar ini lebih luas dan mampu mewakili semua pemikiran dan perjuangan beliau.

Pertanyaannya kemudian, apa makna humanisme Islam menurut Gus Dur? Yakni nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak dari nilai Islam. Setidaknya ada dua hal. Pertama, kemanusiaan yang ditetapkan oleh Allah (human dignity). Cara tuhan memuliakan manusia: 1) menjadikannya dalam bentuk yang paling sempurna, tidak terbatas fisik, namun juga psikis dan rohani; 2) mengangkat manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi sesama.

Perlindungan atas lima hak dasar manusia (ushul al-khamsah): 1) hak hidup (hifdz al-nafs); 2) hak beragama (hifdz al-din); 3) hak berpikir (hifdz al-aql); 4) hak kepemilikan (hifdz al-mal); dan 5) hak berkeluarga (hifdzu al-nasl). (hlm. 65). Dari sinilah dibutuhkan pendirian “negara kesejahteraan” lslam, bukan negara lslam. Jika yang terakhir merujuk pada pendirian negara berdasarkan formalisme syariat lslam, maka yang pertama merujuk pada negara yang bertujuan menegakkan tujuan utama syariat, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. “Negara kesejahteraan” lslam ini bisa berbentuk negara-bangsa modern, yang diterangi oleh nilai-nilai etis lslam. Pada titik ini, dibutuhkanlah struktur masyarakat yang demokratis, adil, yang menganut equality before the law.

Karya kedua Arif tentang Gus Dur ini (pada tahun 2009 dia menelorkan buku Gus Dur dan llmu Sosial Transformatif, Sebuah Biografi lntelektual) didedikasikan untuk mengabdi kepada Gus Dur, guru sejatinya yang ia tahbiskan sebagai inspirator utama. Semula, buku ini merupakan elaborasi dari makalah-makalah untuk bahan ajar di Kelas Pemikiran Gus Dur yang dihelat di The WAHID Institute. Ke depan, kata Arif, buku tersebut akan dijadikan sebagai referensi utama mata kuliah Pemikiran Gus Dur di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta yang membuka program pascasarjana konsentrasi Islam Nusantara.

 

Judul       : Humanisme Gus Dur, Pergumulan Islam dan Kemanusiaan

Penulis    : Syaiful Arif

Penerbit   : Ar-Ruzz Media, Yogyakarta

Tahun      : Cetakan I, Oktober 2013

Tebal       : 342 hlm

Peresensi :  A Musthofa Asrori, Peneliti Ciganjur Centre Jakarta

 

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal, Ulama Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 10 Agustus 2016

BMI Kunjungi Masjid Pertama di Cina

Guangzhou, Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rombongan wisata religi dari jamaah halaqah Senin Masjid Tsam Sha Tsui Hongkong yang berjumlah 35 orang, 30 orang diantaranya adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) yang saat ini sedang mengadu nasib bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong. Sampai saat ini jumlah pekerja yang berasal dari Indonesia sekitar 150.000 orang. Mengisi waktu libur sebulan 4 kali, mereka berkumpul melakukan berbagai aktifitas.

Salah satunya adalah kegiatan rohani dengan berkumpul dalam majelis taklim yang tidak hanya di masjid-masjid saja, namun kegiatan dilakukan di taman-taman yang indah di seluruh penjuru kota Hongkong. Saya sempat mengunjungi beberapa taman di Kowloon Park dan Victoria Park kalau pada hari Minggu banyak sekali kelompok-kelompok pengajian kecil yang mendatangkan ustadz dari Indonesia.

BMI Kunjungi Masjid Pertama di Cina (Sumber Gambar : Nu Online)
BMI Kunjungi Masjid Pertama di Cina (Sumber Gambar : Nu Online)

BMI Kunjungi Masjid Pertama di Cina

Salah satu kegiatan jamiyyah ini adalah wisata religi ke Guangzhou selain ke makam sahabat nabi Saad Bin Abi Waqas adalah mengunjungi masjid pertama yang sudah berusia 1300 tahun lebih itu, namanya Masjid Huaisheng terletak di Jalan Guang Ta Lu Kota Guangzhou Cina. Masjid ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhamad Saw, Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guang Ta, karena masjid dengan menara elok ini terletak di jalan Guang Ta. Ta berarti menara, karena menurut sejarahnya menara menara masjid yang tingginya 36 meter lebih ini tertinggi pada awal pembangunanya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketika rombongan turun dari bus masuk menuju masjid, saya justru memisahkan diri menelusuri jalan raya Guang Ta, saya merasa kalau di Surabaya jalannya seperti suasan di Jalan Walikota Mustajab, banyak pohon rindang namun tidak terlalu ramai. Di sepanjang jalan Guang Ta saya menjumpai banyak took-tokoyang menjual makanan halal dengan harga yang cukup miring. Saya membeli Roti Cedar (roti khas Arab) hanya dengan 10 Yuan saja dan berbagai makanan khas kambing banyak kita jumpai di sepanjang jalan Guang Tha.

Maklum, saat ini jumlah penduduk Muslim di Cina sekitar 150 juta lebih, meski dalam catatan resmi pemerintah Cina hanya sekitar 50 juta penduduk saja. Penyebaran agamaIslam di Cina memang dimulai sejak awal abad ke 7, pada jaman dinasti Tang, atau bahkan lebih tua lagi, yaitu dinasti Song. 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sekitar setengah jam saya menelusuri jalan Guang Ta saya kembali menyusul rombongan jamaah yang sudah masuk ke dalam masjid yang ternyata sedang melakukan jamah sholat dzhuhur dipimpin oleh H Ahmad Muhaimin Karim, eksekutif dakwah Islamic Union Hongkong. Komplek masjid ini tidak terlalu luas Masjid ini menempati area tanah seluas kurang lebih 3000 meter persegi saja. Untuk memasuki masjid ini harus memasuki dua pintu gerbang yang semacam tugu selamat datang memasuki masjid.

Masjid Huaisheng arsitekturnya mengadopsi arsitektur masyarakat setempat dipadu dengan arsitektur Arab pada bangunan menaranya. Bagi kita, sepintas lalu mungkin tidak menyangka kalau bangunan ini adalah masjid, karena memang modelnya seperti kelenteng. Nyatanyamasjid ini adalah masjid pertama di Cina, bahkan di Asia!

Walaupun begitu yang nampak ini adalah sebuah masjid adalah ornament kaligrafi arab tampak sekali tulisan-tulisan dalam bahasa arab yang merupakan kutipan dari ayat-ayat Al Quran. Juga terdapat ukiran prasasti waktu empat kali pemugaran bangunan tersebut, yakni pada dinasti Yuan , Ming, Qing dan terakhir tahun 1935. Pada manuskrip Cina kuno disebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Saad Bin Abi Waqas.

Masjid ini didirikan saat sahabat Nabi Saad Bin Abi Waqas menetap di Guangzhau yang kemudian menjadi salah satu tonggak sejarah Islam yang paling berharga di Cina. Ketika datang bersama para sahabat lain, Saad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan baik oleh Dinasti Tang, Kaisar Kao Tsung (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, Sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasa sesuai dengan ajaran Konfusius.

Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban sholat lima kali dalam sehari dan puasa selama satu bulan penuh terlalu berat baginya hingga akhirnya tdak jadi memeluk agama Islam. Namun begitu, ia mengizinkan Saad Bin Abi Waqas dan para sahabat untuk mengajarkan kepada masyarakat Guangzhou. Oleh orang Cina, Islam disebut sebagai Yi Si Lan Jiao atau agama yang murni. Sementara Makkah disebut sebagai tempat kelahiran Budha Ma-Hi-Wu atau Rasulullah Muhammad Saw.

Konon jaman dahulu, tiap bulan Mei dan Juni, banyak kapal dagang asing lalu lalang di sungai Mutiara. 

Seringkali umat Islam menyalakan lampu di puncak menara pada malam hari untuk memandu kapal-kapal yang berlayar, atau digunakan sebagai menara adzan mengajak umat Islam shalat. Menara tersebut akhirnya disamakan dengan mercusuar atau menara cahaya yang menjadi pemandu kapal. Menaranya berbentuk silinder sederhana dengan kubah bagian di atas merupakan bangunan bercirikhas arab, beda dengan Pagoda atau menara cina yang ada di tiongkok. Kalau dilihat dari tahun berdirinya pada awal abad ke 7, Masjid Huaisheng ini adalah masjid tertua di Asia setelah Masjidil Haram. Bandingkan dengan masjid Ampel Surabaya yang berdiri baru pada tahun 1421 M.

Redaktur : Sudarto Murtaufiq

Kontributor : Abdul Aziz

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syariah, Ulama Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 07 Agustus 2016

Empati Mbah Ngis kepada Janda Miskin Tak Beranak

Dalam masyarakat kita ada kecenderungan sebagian orang memandang sebelah mata mereka yang tak bisa memberikan keturunan. Apalagi jika mereka perempuan. Beberapa suami menceraikan istrinya hanya karena ia mandul. Hal seperti ini ? dialami seorang wanita yang Mbah Ngismatun Sakdullah Solo (wafat 1994) memanggilnya “Bulik” untuk “mbasakke” anak-anak Mbah Ngis. Memang masih ada hubungan kerabat antara Mbah Ngis dengannya meski tidak sangat dekat. Sebut saja perempuan itu beranama Bulik Fulanah.

Betul. Bulik Fulanah dicerai suaminya hanya karena tak bisa memberikan keturunan. Sejak itu Bulik Fulanah hidup menjanda. Suami tak ada. Anak tak punya. Kakak atau adik sudah tiada. Orang tua juga sudah lama meninggal dunia. Bulik Fulanah tak punya keluarga. Ia sebatang kara. Masih beruntung ada keponakan yang bersedia menampung hidupnya di rumah di sebuah kampung yang padat penduduk.?

Empati  Mbah Ngis kepada Janda Miskin Tak Beranak (Sumber Gambar : Nu Online)
Empati Mbah Ngis kepada Janda Miskin Tak Beranak (Sumber Gambar : Nu Online)

Empati Mbah Ngis kepada Janda Miskin Tak Beranak

Bulik Fulanah hidup menderita. Ia tak punya apa-apa alias miskin. Jika diperbandingkan, Bulik Fulanah sangat kontras dengan Mbah Ngis meskipun ada beberapa persamaan, seperti sama-sama bukan orang kaya yang berjualan makanan kecil. Bulik Fulanah tak memiliki seorang anak pun. Mbah Ngis memiliki 13 anak. Bulik Fulanah dikenal suka banyak bicara. ? Sedangkan Mbah Ngis cukup tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam. Kebiasaan banyak bicara yang topiknya tidak selalu menarik kadang membuat beberapa orang tak menyukai Bulik Fulanah.?

Tetapi bagi Mbah Ngis, semua kekurangan Bulik Fulanah tak dipermasalahkan. Mbah Ngis cukup toleran terhadap hal-hal yang bersifat pribadi. Mbah Ngis cukup mengerti tidak setiap orang berpengatahuan luas atau memiliki banyak pengalaman menarik untuk diceritakan kepada orang lain. Mbah Ngis malahan menaruh iba yang mendalam terhadap nasib Bulik Fulanah sebagai sesama saudara sekaligus sesama perempuan.?

Sudah lama Mbah Ngis bertanya pada diri sendiri kapan bisa menyenangkan Bulik Fulanah dengan memberikan atau mewujudkan sesuatu yang membuatnya berbesar hati. Mbah Ngis lama berpikir soal itu hingga akhirnya Mbah Ngis menemukan gagasan.?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Gagasan itu adalah mengajaknya pergi ke Jakarta, sebuah kota metropolitan dengan segala kemegahannya. Mbah Ngis sendiri belum pernah ke Ibu Kota. Kali ini ada kesempatan bagi Mbah Ngis pergi ke sana, tapi bukan karena Mbah Ngis memiliki banyak uang. Salah seorang keponakan Mbah Dullah di Jakarta mempunyai hajat menikahkan putrinya.?

Keponakan itu cukup mapan secara ekonomi karena ia seorang pejabat penting. Mbah Ngis dan Mbah Dullah diundang menghadiri resepsi perkawinan itu. Segala sesuatu terkait dengan transportasi, konsumsi dan akomodasi selama di perjalanan Jakarta pulang-pergi sudah ada yang mengurus dan semuanya ditanggung oleh sang keponakan. Mbah Ngis dan Mbah Dullah tinggal menyiapkan diri, terutama kesehatannya, agar bisa hadir. Mbah Ngis sangat senang atas undangan ini dan bersyukur karena semua fasiltas tersedia secara cuma-cuma.?

Rasa syukur itu diwujudkan Mbah Ngis dalam bentuk menyisihkan selama sebulan penuh uang hasil berjualan makanan kecil setiap hari di pondok. Mbah Ngis ingin sekali mengajak Bulik Fulanah ke Jakarta dengan seluruh biaya ditanggung Mbah Ngis.?

Benar. Mbah Ngis, Mbah Dullah dan Bulik Fulanah serta rombongan lain dari Solo berangkat bersama ke Jakarta dengan menaiki Kereta Api Senja Utama. Itu adalah kali pertama dan terakhir bagi Mbah Ngis dan Bulik Fulanah pergi ke Jakarta. Juga merupakan kali pertama dan terakhir menaiki kereta api kelas bisnis.?

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sekembalinya ke Solo, Bulik Fulanah memiliki banyak cerita tentang Jakarta dan orang-orang besar yang dilihatnya di resepsi pernikhan putri keponakan Mbah Dullah. Banyak orang tertarik menyimaknya meski ada sebagian kecil berpura-pura tak mendengar. Yang pasti mereka semua menikmati “oleh-oleh” yang dibawa Bulik Fulanah dari Jakarta. ? Peristiwa ini terjadi puluhan tahun lalu di awal tahun 1990-an.?

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama Pimpinan Pusat Muhammadiyah